REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan ekspor batu bara dalam bentuk mentah tanpa terlebih dulu diolah harus segera dihentikan. Presiden pun meminta jajarannya segera merumuskan rencana guna merealisasikan target tersebut dengan segera.
Usai menggelar rapat terbatas, Jokowi mengaku telah menerima laporan bahwa pengembangan industri turunan batu bara di Indonesia masih terkendala faktor teknologi dan keekonomian. Ia menilai hal tersebut bisa diatasi apabila perusahaan BUMN bekerja sama atau memiliki rekan kerja (partner) untuk membantu pengembangan tersebut.
“Saya ingin agar dicarikan solusi untuk mengatasi kelambanan pengembangan industri turunan batu bara ini, karena ini kita sudah lama sekali mengekspor batu bara mentah ini. Saya kira memang harus segera diakhiri, apabila nanti akan ada beberapa perpanjangan dengan kewajiban untuk memulai ini,” kata Jokowi, akhir pekan lalu.
Jokowi menyatakan Indonesia harus bergeser dari negara pengekspor bahan-bahan mentah, salah satunya batu bara. Indonesia harus menjadi negara industri yang mampu mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi.
Pengembangan industri turunan dari batu bara, mulai dari industri peningkatan mutu (upgrading), pembuatan briket batu bara, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara, sampai campuran batu bara-air. “Saya yakin dengan mengembangkan industri turunan ini, kita akan mampu meningkatkan nilai tambah dari komoditas berkali-kali lipat. Selain itu juga mengurangi impor bahan baku yang dibutuhkan beberapa industri dalam negeri, seperti industri baja (dan) industri petrokimia. Tidak kalah pentingnya tentu kita bisa membuka lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya,” ungkap Jokowi.
Ia meminta agar penyusunan roadmap peningkatan nilai tambah batu bara tersebut dipercepat dengan tetap memperhatikan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Dalam roadmap tersebut, harus ditentukan strategi dan target produk hilir yang akan dikembangkan, berapa banyak yang akan diubah menjadi gas serta berapa banyak akan diubah menjadi produk petrokimia.
“Kemudian juga (lakukan) pemetaan kawasan yang dapat dikembangkan untuk melakukan hilirisasi industri batu bara ini ada di mana saja, sehingga menjadi jelas ke depan strategi besar kita ini seperti apa. Pastikan wilayah yang memiliki cadangan sumber batu bara yang cukup untuk menjamin pasokan kebutuhan batu bara dalam proses hilirisasi ini,” kata presiden.
Menurut Jokowi, ada beberapa prioritas yang bisa dilakukan dalam upaya peningkatan nilai batu bara ini, seperti program gasifikasi batu bara atau coal to dimethyl ether (DME).
“Gasifikasi batu bara menjadi syngas yang diperlukan industri petrokimia serta dimethyl ether (DME) yang sangat penting sebagai substitusi dari LPG/Elpiji. Kita tahu LPG kita ini masih impor, sehingga (gasifikasi) bisa mengurangi impor LPG kita,” ungkap Jokowi.
Proyek hilirisasi batu bara diketahui sekarang memang sedang digarap oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bekerja sama dengan Pertamina (Persero) serta Air Product. Bukit Asam menargetkan proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Tanjung Enim selesai dan mulai berproduksi komersial 2025 dengan konsumsi batu bara sekitar enam juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun.