REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Economist Danareksa Research Institute Moekti Prasetiani Soejachmoen memprediksi pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi masih akan terkontaksi. Namun, ia memperkirakan kondisinya tak akan seburuk kuartal sebelumnya.
"Sepertinya pada kuartal III ini minus kembali tetapi tidak sebesar kuartal II lalu yang pertumbuhan tumbuh negatif 5,32 persen," kata Moekti dalam pernyataan di Jakarta, Ahad (18/10).
Menurut Moekti, potensi resesi secara teknis kian dekat, terlebih beberapa indikator juga menunjukkan kondisi perekonomian nasional masih dalam kondisi tertekan akibat pandemi Covid-19. Seperti turunnya Purchasing Managers Index (PMI) pada September yang hampir empat poin, dari 50,8 pada Agustus, menjadi 47,2.
"Padahal, PMI kita sempat ke level 50 yang artinya sudah aman," ujar Moekti.
Indikator lainnya yaitu semakin marak perusahaan melakukan tindakan pemotongan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawainya, hingga turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia selama pandemi berlangsung.
"Hal ini karena situasi ekonomi global dan Indonesia masih penuh ketidakpastian. Kan ekspor dan impor juga masih mengalami pelemahan, belum tumbuh normal," katanya.
Moekti mengungkapkan, bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah dari pengeluaran pemerintah. Maka dari itu, dia mendorong adanya peningkatan belanja pemerintah untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
"Satu-satunya komponen yang bisa menggenjot PDB adalah belanja pemerintah. Itu sebabnya negara harus melakukan stimulus fiskal dengan melakukan pengeluaran lebih besar dari biasanya," ujar Moekti.
Moekti berharap, pertumbuhan ekonomi kembali normal atau malah lebih baik dari sebelumnya apabila vaksin Covid-19 berhasil ditemukan atau dibuat. Namun jika vaksin belum ditemukan, lanjutnya, masyarakat tetap harus menerapkan protokol kesehatan dengan melakukan gerakan 3 M (Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan) sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan normal kembali.