REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Pariwisata dari Universitas Andalas, Sari Lenggogeni, mengatakan, sertifikasi Cleanliness, Healthy, Safety, Environmet (CHSE) belum menjamin keamanan destinasi pariwisata.
Sari menjelaskan, di situasi saat ini, sektor apapun termasuk pariwisata, sektor utama yang menentukan adalah sektor kesehatan. Sayangnya, kata dia, sektor pariwisata secara nasional masih terkesan jalan sendiri. Termasuk, dalam proses sertifikasi CHSE untuk industri pariwisata.
"Ini perlu ditanya, sertifikasi itu bagaimana, apakah melibatkan Kementrerian Kesehatan? atau para pakar kesehatan untuk membuat itu?" kata Sari kepada Republika.co.id, Sabtu (17/10).
Lebih lanjut, Sari mengatakan, proses pengawasan penerapan CHSE pun belum jelas. Pihak-pihak yang benar-benar memastikan penerapan protokol perlu dipastikan, terlebih dalam aturan kapasitas orang di suatu tempat.
"Jangan sebatas andalkan sertifikasi, itu dananya saja sudah berapa? Yang paling penting manajemennya. Harus kolaborasi dan leading dari tim kesehatan," ujarnya.
Sari menambahkan, sektor pariwisata di Indonesia juga belum memiliki perencanaan pariwisata berbasis krisis dan bencana. Padahal, pariwisata sangat rentan terhadap bencana, termasuk bencana kesehatan.
Ia pun menyarankan, ketimbang sebatas mengandalkan sertifikasi yang belum jelas hasilnya, pemerintah bersama industri wisata perlu membuat kontrol pekerja pariwisat secara berkala. Hal itu perlu sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan para pakar kesehatan agar langkah langkah yang diambil sesuai yang dibutuhkan dalam masa pandemi.
Di sisi lain, pemerintah harus mengencangkan edukasi etika berwisata kepada para wisatawan. Sebab, pada akhirnya, tingkah laku wisatawan juga yang mencerminkan potret sektor pariwisata Indonesia terhadap negara lain.