REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja industri manufaktur mulai naik pada kuartal III 2020 meski masih terdampak pandemi Covid-19. Hal ini tercermin pada data Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI-BI) yang menunjukkan indeks manufaktur Indonesia pada kuartal III 2020 sebesar 44,91 persen atau naik dibanding periode II 2020 yang tercatat di angka 28,55 persen.
Capaian positif tersebut ditopang oleh seluruh subsektor industri yang membaik pula kinerjanya pada periode sama. Dalam laporan BI, volume produksi di sektor manufaktur pada kuartal III 2020 tercatat mengalami peningkatan, dengan indeks sebesar 45,35 persen atau lebih tinggi dari kuartal sebelumnya sekitar 25,36 persen.
Perbaikan indeks volume produksi itu sejalan dengan peningkatan permintaan setelah pemberlakuan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sejak awal Juli 2020. Pada kuartal IV 2020, volume produksi diproyeksi terus membaik sejalan dengan ekspektasi aktivitas industri yang membaik.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, saat ini pelaku industri di Tanah Air terus berupaya menempuh sejumlah penyesuaian demi meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha. “Salah satu langkah yang sedang dijalankan untuk menekan dampak pandemi adalah dengan memanfaatkan teknologi,” jelasnya di Jakarta, Kamis (15/10).
Inisiatif itu, kata dia, sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang menjadi arah dan strategi meningkatkan produktivitas dan kualitas secara lebih efisien sehingga akan mendongkrak daya saing hingga kancah global. “Untuk bisa unggul dalam berkompetisi, inovasi dan teknologi menjadi investasi penting yang perlu dihadirkan, misalnya melalui peran startup sebagai technology provider,” ujar dia.
Menperin menyebutkan, sebagai langkah strategis lainnya, pemerintah telah menetapkan target program substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022 yang juga dilakukan dalam akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat dampak pandemi Covid-19. “Maka industri harus dapat bergegas meraih berbagai potensi pasar baru yang akan muncul,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, tujuan kebijakan PEN yang diluncurkan oleh pemerintah diarahkan guna melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat. “Jadi, arahnya ditujukan untuk menciptakan iklim Indonesia yang aman, sehat, dan kondusif dalam rangka membangun kepercayaan investor dan masyarakat,” ujar Agus.
Selain itu, kebijakan ditargetkan membangun Indonesia berdaya dan bekerja dalam upaya menumbuhkan daya beli masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan. “Bahkan, kami juga yakin Indonesia akan mampu bertumbuh dan bertransformasi dalam memanfaatkan peluang adanya pandemi ini,” kata dia.
Artinya, dengan upaya transformasi digital, kebutuhan terhadap inovasi teknologi di masyarakat dan industri akan semakin meningkat. “Juga, pada masa adaptasi kebiasaan baru ini yang mengharuskan adanya pembatasan sosial sehingga dapat dikatakan seluruh sendi perekonomian nasional teramat mengandalkan kemanfaatan teknologi,” jelasnya.
Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, pandemi Covid-19 ini merupakan momentum membangkitkan kembali ekonomi atau juga merevitalisasi industri nasional. “Salah satu yang perlu digarisbawahi adalah dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, akan membuka peluang besar untuk mengakselerasi rebooting tersebut,” ujar Agus.
Terlebih, kata dia, salah satu tujuan UU Cipta Kerja dirancang adalah untuk memberi kemudahan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). “Kami melihat industri startup saat ini didominasi oleh mereka yang masih early stage atau masih dalam sektor industri kecil menengah (IKM). Tentunya adanya UU Ciptaker ini akan semakin terbantu pelaku usaha di dalam negeri,” tegasnya.
Dalam laporannya, BI juga mencatat volume pesanan barang input di sektor industri manufaktur meningkat dan berada dalam fase ekspansi pada kuartal III-2020 dengan indeks 50,55 persen atau lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya 28,95 persen. Peningkatan ini terjadi di seluruh subsektor industri pengolahan, terutama subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.
Meningkatnya volume pesanan barang input tersebut sejalan dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Hal ini mendorong meningkatnya aktivitas perekonomian dan kinerja di sektor industri pengolahan, termasuk untuk mempersiapkan produksi pada kuartal IV 2020.