Kamis 08 Oct 2020 19:14 WIB

Bank Dunia: Asia Selatan Mengalami Resesi Terburuk

Ekonomi kawasan Asia Selatan diperkirakan kontraksi sebesar 7,7 persen pada tahun ini

Negara-negara yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Negara-negara yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Bank Dunia pada Kamis (8/10) mengatakan bahwa jutaan orang di Asia Selatan terdorong ke jurang kemiskinan ekstrim. Menurut Bank Dunia kondisi ini dikarenakan negara-negara di Asia Selatan mengalami resesi terburuk yang pernah terjadi sebagai dampak dari pandemi virus corona.

Lembaga pemberi pinjaman multilateral itu memperkirakan rekor kontraksi ekonomi sebesar 7,7 persen untuk Asia Selatan tahun ini, dan mengatakan pekerja di sektor informal adalah kelompok yang paling terpukul. Bank Dunia juga melaporkan bahwa konsumsi swasta tidak mungkin pulih dengan cepat dari dampak itu.

Baca Juga

"Dampak pada mata pencaharian bahkan akan lebih besar dari perkiraan yang diberikan oleh PDB. Ini menyiratkan bahwa kawasan itu akan mengalami peningkatan tajam dalam tingkat kemiskinan," kata lembaga tersebut dalam laporan dua tahunannya.

India, ekonomi terbesar di kawasan itu, kemungkinan akan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 9,5 persen tahun ini, kata laporan itu.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa ekonomi Asia Selatan bisa berakhir lebih buruk dari perkiraan karena pandemi terus meningkat, yang membuat investor asing lebih waspada, dan membatasi kemampuan pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran.

Hal itu pada akhirnya akan lebih membebani sistem perbankan yang sudah sangat terbebani dengan pinjaman buruk. Dengan 6,84 juta orang terinfeksi, termasuk 105 ribu tewas, beban kasus Covid-19 di India adalah yang kedua terberat setelah Amerika Serikat, meskipun negara itu berada di bawah penguncian ketat pada fase awal pandemi pada Maret.

Pakistan dan Bangladesh masing-masing melaporkan lebih dari 317 ribu kasus, sementara negara-negara lain di kawasan ini memiliki total lebih dari 149 ribu kasus.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement