REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang berkoordinasi dengan provider penyelenggara jasa komunikasi untuk memitigasi fintech lending yang melakukan penawaran via pesan singkat (SMS). Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan OJK Tris Yulianta mengatakan pemasaran via pesan singkat, identik dengan pelaku fintech tidak berizin regulator.
“Ke depan hal ini bisa ditahan, dibatasi, atau dilarang, atau kebijakan-kebijakan lain. Kami punya cyber pattern, kami berikan sanksi pembinaan berupa teguran, penutupan sementara, dan pencabutan izin,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (30/9).
OJK telah mengatur larangan menawarkan pinjaman online lewat SMS. Hal ini tertuang dalam pasal 43 POJK 77 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
OJK telah bekerja sama dengan Kominfo untuk memblokir pelaku fintech yang melanggar data pribadi peminjam. “Fintech legal hanya boleh mengakses data peminjam berupa camera, microphone, dan location (Camilan),” ucapnya.
Tris menjelaskan, penyelenggara fintech P2P lending dilarang melakukan penawaran layanan kepada Pengguna dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan pengguna.
“Kami sudah lakukan tindakan pembinaan cuma yang jadi masalah di sini, karena kurangnya edukasi, sehingga pemilik nomor yakni pengguna tanpa membaca atau pelajari sehingga memberikan izin. Kita juga akan tingkatkan literasi masyarakat untuk memberikan izin,” ucapnya.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menambahkan pada era digital, tawaran pinjaman daring melalui SMS semakin marak. Tawaran lewat SMS adalah dari pelaku fintech ilegal alias tidak terdaftar OJK.
"Jenis tawarannya dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat,” ucapnya.
Menurutnya, fintech ilegal mengincar masyarakat yang kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang akibat pandemi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. Padahal pinjaman fintech ilegal sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek dan selalu meminta untuk mengakses semua data kontak handphone.
“Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. Waspada dan jangan mudah tergiur,” ucapnya.
Adrian menyebut fintech P2P lending yang sudah terdaftar OJK dilarang untuk menawarkan produk atau promosi melalui pesan singkat SMS. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
“Satgas Waspada Investasi menemukan 126 fintech peer to peer (P2P) lending ilegal hingga September 2020. Umumnya fintech ilegal memiliki memiliki beberapa macam modus,” ucapnya.