REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sebagai negara yang menganut sistem ekonomi pasar, globalisasi, dan perdagangan bebas (free trade); Indonesia sangat berkepentingan supaya total nilai ekspor (termasuk komoditas dan produk perikanan) jauh lebih besar ketimbang total nilai impornya (neraca perdagangan surplus).
Negara-negara utama tujuan ekspor produk perikanan RI adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, China, dan ASEAN. Adapun komoditas ekspor perikanan utama RI adalah udang; TTC (Tuna, Tongkol, dan Cakalang); cumi-cumi, sotong, dan gurita; kepiting dan rajungan; dan rumput laut.
“Indonesia perlu meningkatkan keberterimaan produk perikanan di pasar global untuk menaikkan nilai ekpor perikanan,” kata Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB apada acara Temu Koordinasi Pelaku Usaha Hasil Perikanan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan –Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM – KKP) di Makassar, Rabu (30/9).
Ia menejelaskan, agar produk hasil perikanan RI dapat diterima oleh semua negara tujuan ekspor (pasar global) maka produk perikanan RI harus memiliki daya saing yang lebih tinggi dari pada negara-negara pengekspor produk perikanan pesaing Indonesia.
Produk perikanan yang berdaya saing (competitive): (1) kualitas/mutu nya top (unggul); (2) aman untuk dikonsumsi; (3) diproduksi, diolah, dan didistribusikan mengikuti standar internasional (negara tujuan ekspor); (4) harga relatif murah; dan (5) produksi serta delivery nya teratur dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan negara-negara pengimpor.
“Produk perikanan RI harus memenuhi standar mutu (quality standard) dan keamanan (food safety) yang ditetapkan (required) oleh negara-negara tujuan ekspor,” ujar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Untuk menghasilkan produk perikanan yang memenuhi standar mutu dan keamanan sebagaimana ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor, maka, Indonesia harus menerapkan Integrated Quality Standard and Food Safety yang dimulai sejak penyiapan bahan baku dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. “Bahan baku harus aman, bebas dari residu dan cemaran (pollutants) biologis, fisik maupun kimia yang berpotensi merusak produk perikanan itu sendiri maupun membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya,” papar koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024.
Kemudian, UPI (Unit Pengolahan Ikan) harus mengolah (processing) bahan baku dan mengemas (packaging) nya sesuai dengan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. “Sstem transportasi produk perikanan dari UPI di Indonesia sampai ke negara tujuan ekspor pun harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor tersebut,” tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Selain itu, perlu peningkatan volume ekspor komoditas dan produk perikanan, baik untuk komoditas dan produk existing maupun komoditas dan produk baru. “ Juga peningkatan kapasitas UPI skala kecil – mikro agar produknya bisa diekspor secara berdaya saing,” kata ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara)itu.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan, kata Rokhmin, adalah peningkatan volume produksi bahan baku (komoditas) ikan melalui kegiatan usaha perikanan tangkap yang bertanggung jawab (Responsible Capture Fisheries) dan usaha perikanan budidaya yang terbaik (Best Aquaculture Practices). Juga, pembenahan Sistem Logistik Ikan Nasional untuk meningkatkan kecepatan, kemudahan, efisiensi, dan daya saing ekspor produk perikanan RI.
Kemudian, pendalaman (penguatan) pasar ekspor yang ada (existing). Juga, pengembangan pasar ekspor baru. “Hal yang juga sangat penting adalah kebijakan dan regulasi pemerintah harus kondusif bagi peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan,” papar Rokhmin.
Terkait acara Temu Koordinasi Pelaku Usaha Hasil Perikanan BKIPM - KKP, Rokhmin mengatakan kegiatan tersebut menuruti instruksi Presiden Jokowi bagaimana supaya investasi, ekspor dan produksi dari Indonesia di sektor kelautan dan perikanan meningkat. “Dan saya melihat dengan mata kepala sendiri, ternyata pengusaha periknanan terutama industri pengolahan di Sulawesi Selatan itu terbaik. Mereka semangat untuk mengekspor dengan meningkatkan daya saing produk menembus pasar di LN, kerja sama yang sangat baik antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanaan di sini (Sulsel), dan juga pengusaha, serta didukuntg oleh Bea Cukai. Jadi luar biasa bagus,” ujarnya.
Terkait dampak kondisi pandemi Covid-19 terhadap sektor kelautan dan perikanan, Rokhmin mengatakan, memang hampir semua sektor terdampak Covid-19. “Tapi Alhamdulillah, ada tiga sektor yang masih tumbuh positif, yakni komunikasi dan informasi, pangan (termasuk kelautan dan perikanan), dan kesehatan.
“Alhamdulillah sektor kelautan dan perikanan walaupun terdampak tapi tidak terlalu signifikan. Bahkan kini terjadi peningkatan kembali. Contohnya harga udang makin meningkat dan permintaan dari luar negeri terus meningkat,” tuturnya.