Selasa 29 Sep 2020 14:07 WIB

Masuki Zona Resesi, Ini Dampak dan Upaya Mengatasinya

Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 diprediksi minus 1,7 persen.

Warga bermain dengan latar belakang gedung-gedung di kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Rabu (16/9). Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua di DKI Jakarta akan menekan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III mendatang. Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III berada di kisaran 0 persen hingga -2,1 persen. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Apa itu resesi?

Sembilan bulan sejak kasus Corona pertama merebak di Wuhan, China pada akhir Desember 2019, atau tujuh bulan sejak WHO menyatakan peristiwa ini sebagai pandemi global pada Maret 2020, akibat yang ditimbulkannya semakin meluas. Lebih dari 200 negara terinfeksi Virus Corona baru (Covid-19).

Di tengah pandemi Covid-19 yang belum diketahui akan berakhir ini, jumlah negara yang masuk ke jurang resesi ekonomi 2020 terus bertambah.

Berdasarkan data Forbes yang dikutip pada Selasa (28/9) berjudul What Is a Recession? Pada 1974 ekonom Julius Shiskin mendefinisikan resesi ekonomi ketika penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) terjadi dalam dua kuartal berturut-turut.

Sementara para ahli menyatakan resesi artinya ketika terjadi penurunan signifikan aktivitas ekonomi yang mengakibatkan PDB negatif, melonjaknya tingkat pengangguran, penurunan produksi, penurunan penjualan ritel, dan kontraksi di pendapatan manufaktur untuk periode waktu yang panjang.

Disebutkan, terdapat enam penyebab resesi. Pertama, guncangan ekonomi yang tiba-tiba. Wabah Covid-19 yang memukul sektor ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh yang lebih baru dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba.

Kedua, utang yang berlebihan. Ketika individu atau dunia usaha terlalu banyak utang, di mana biaya utang meningkat yang ujungnya bisa memicu gagal bayar sehingga bisa menyebabkan kebangkrutan ekonomi.

photo
resesi ekonomi - (Tim infografis Republika)

Ketiga, gelembung aset. Terjadi investasi berlebihan di pasar saham atau atau di sektor properti yang ketika gelembung itu meletus maka bisa menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.

Keempat, inflasi terlalu tinggi. Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk.

Tetapi, inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya. Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.

Kelima, terlalu banyak deflasi. Meskipun inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.

Deflasi yang terlalu besar dari waktu ke waktu bisa menyebabkan tingkat upah menurun yang selanjutnya menekan harga-harga barang dan jasa.

 

Keenam, perubahan teknologi. Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang. Tetapi ,mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement