REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Adhi Karya (Persero) Tbk membukukan kontrak baru sebesar Rp 4,7 triliun (di luar pajak) hingga Agustus 2020. Nilai kontrak baru ini naik 18 persen dibandingkan perolehan kontrak baru pada Juli 2020 sebesar Rp4 triliun (di luar pajak).
Corporate Secretary Adhi Karya Parwanto Noegroho dalam keterangan di Jakarta, Selasa (15/9), mengatakan dengan capaian tersebut, nilai order book perseroan sebesar Rp 35,2 triliun (di luar pajak). "Realisasi perolehan kontrak baru pada Agustus 2020 didominasi oleh preservasi Jalan Lintas Timur Sumatera (Rp 439,6 miliar)," katanya.
Parwanto menjelaskan kontribusi per lini bisnis pada perolehan kontrak baru pada Agustus itu meliputi lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 89 persen, properti sebesar 10 persen dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.
Pada tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek gedung sebesar 38 persen, MRT sebesar 33 persen, jalan dan jembatan sebesar 5 persen serta proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, dan proyek-proyek EPC sebesar 24 persen.
Berdasarkan segmentasi kepemilikan, realisasi kontrak baru dari pemerintah sebesar 68 persen, BUMN sebesar 22 persen, sementara swasta/lainnya sebesar 10 persen.
Pada 2020, BUMN konstruksi itu tadinya membidik kontrak baru sebesar Rp35 triliun. Namun, target tersebut harus dipangkas karena kondisi Covid-19. Tidak hanya Adhi Karya, sejumlah BUMN konstruksi lainnya juga melakukan hal serupa termasuk PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT).