REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS diundang menjadi nara sumber pertemuan Unit Kerja Lingkup Badan Karatina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamananan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Bandung, Bali, Jumat (14/8).
Menurut Prof Rokhmin Dahuri, setidaknya ada tiga peran BKIPM secara umum. Yaitu, memastikan setiap produk hasil perikanan yang dilalulintaskan (antardaerah di dalam negeri, ekspor, impor) memiliki mutu yang baik, sehat dan aman bagi manusia serta lingkungan, baik untuk dikonsumsi, dipelihara sebagai hobi, maupun dibudidayakan; dan mendukung peningkatan akses pasar dan daya saing ekspor produk hasil perikanan.
“Selain itu, menghadang upaya penyelundupan ikan dan komoditas hasil laut lainnya yang termasuk kategori dilarang dilalulintaskan,” ujar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Lebih rinci, Rokhmin menjabarkan, ada lima peran BKIPM. Yaitu, mendukung kontribusi ekonomi sektor Kelautan dan Perikanan (KP); mendukung industrialisasi perikanan yang bernilai tambah dan berdaya saing; pengawasan lalu lintas ikan dan produk perikanan dan keamanan hayati ikan; pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK); dan pelayanan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan.
Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin mengungkapkan capaian kinerja BKIPM terkait penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya ke wilayah RI. “Selama 2015-2019, nilainya mencapai 100% (kecuali tahun 2016), yang berarti tidak ditemukan penyebaran penyakit ikan eksotik dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia maupun penyebaran penyakit ikan karantina baru dari zona positif (tidak bebas) ke zona negatif (bebas),” tutur ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.
Rokhmin menjabarkan data sertifikasi kesehatan ikan domestik yang memenuhi standar tahun 2019, yaitu produk perikanan konsumsi mencapai 655 ribu ton dan 3,70 juta ekor senilai Rp 23,38 miliar “Sedangkan produk perikanan non-konsumsi mencapai 68,34 ribu ton dan 25,99 miliar ekor senilai Rp. 4,87 miliar,” kata Rokhmin yang membawakan presentasi berjudul “Pemantapan peran dan tanggung jawab BKIPM dalam mendukung pembanguan kelautan dan perikanan”.
Rokhmin menyebutkan, sementara itu sertifikasi kesehatan ikan ekspor yang memenuhi standar tahun2019 sebagai berikut: produk perikanan konsumsi mencapai 1,13 juta ton & 93,74 juta ekor senilai USD 5, 05 miliar dolar AS; sedangkan produk perikanan non-konsumsi mencapai 138,50 ribu ton dan 3,93 miliar ekor senilai 205,88 juta dolar AS.
Terkait egistrasi Unit Pengolahan Ikan (UPI) ke negara tujuan ekspor, hingga 2019, BKIPM telah melakukan pendaftaran sebanyak 1.963 nomor registrasi UPI ke 38 negara mitra. “Pada 2019, realisasi PNBP Perikanan non-SDA terbesar dari KIPM (49%) atau 11,6% dari total PNBP Perikanan,” kata koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – 2024 itu.
Rokhmin mengemukakan, setidaknya ada lima tantangan BKIPM. Yakni, tantangan dalam mendukung kontribusi ekonomi sektor Kelautan dan Perikanan (KP); tantangan dalam mendukung industrialisasi perikanan yang nernilai tambah dan berdaya saing; dan tantangan dalam pengawasan lalu lintas ikan dan produk perikanan dan keamanan hayati ikan.
Selain itu, tantangan dalam pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) ; dan tantangan dalam pelayanan sertifikasi kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan.
Di akhir pemaparannya, Prof Rokhmin menyampaikan saran untuk penguatan BKIPM. Yaitu, membuktikan dan mendesiminasikan kinerja positip (keberhasilan) BKIPM selama ini dalam mendukung pembangunan sektor KP yang berhasil kepada stakeholders dan publik; dan penyampaian argumentasi (reasonings) ilmiah maupun berdasarkan fakta (evidence-based prove), bahwa fungsi (tugas) ‘pengendalian mutu ikan dan produk perikanan’ memang lebih tepat (proper) berada di bawah BKIPM.
Selain itu, dengan ingin menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (antara lain menjadikan Indonesia sebagai Produsen Perikanan terbesar di dunia, menggeser China), akan tidak memadai (counter productive), bila BKIPM digabungkan dengan Badan Karantina Pertanian.
“Tidak kalah pentingnya, BKIPM harus menjadi lebih inovatif dan solit sebagai sebuat tim untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik dan berkelanjutan,” ujar Prof Rokhmin Dahuri.