REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan angka defisit dalam rancangan APBN 2021 mendatang sebesar 5,5 persen dari PDB atau senilai Rp 971,2 triliun. Angka ini lebih tinggi dari ketetapan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebesar 5,2 persen PDB.
Defisit RAPBN 2021 yang disampaikan Presiden Jokowi hari ini juga jauh di atas kesepakatan antara pemerintah dan DPR sebelumnya, yakni 4,7 persen dari PDB. Saat itu, DPR memang memprediksi akan ada kenaikan defisit mengingat kebutuhan anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang cukup tinggi.
"Namun defisit (RAPBN 2021) ini masih lebih rendah dibanding defisit APBN tahun 2020 sebesar 6,34 persen dari PDB atau Rp 1.039,2 triliun," jelas Jokowi dalam pidato keterangan RUU APBN 2021 di hadapan anggota parlemen, Jumat (14/8).
Untuk tahun depan, pemerintah memprioritaskan anggaran kesehatan sebesar Rp 169,7 triliun atau setara 6,2 persen APBN. Alokasinya akan dialirkan untuk dukungan pengadaan vaksin, peningkatan nutrisi ibu hamil-menyusui dan balita, penanganan penyakit menular, serta penurunan stunting.
Sementara untuk anggaran pendidikan tahun 2021 nanti, dialokasikan sebesar Rp 549,5 triliun atau 20 persen dari APBN sesuai ketentuan yang ada. Fokus penganggaran untuk sektor pendidikan adalah peningkatan SDM, peningkatan kemampuan adaptasi teknologi, dan peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.
"Pemerintah akan melakukan reformasi pendidikan melalui transformasi kepemimpinan kepala sekolah, transformasi pendidikan dan pelatihan guru, mengajar sesuai tingkat kemampuan siswa, standar penilaian global, dan kemitraan daerah serta masyarakat sipil," ujar Jokowi.
Anggaran pendidikan juga akan dimanfaatkan untuk penguatan PAUD, peningkatan efektivitas bantuan pendidikan (BOS, PIP, dan LPDP), dan peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).