REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 disebut telah mengakibatkan berkurangnya kemampuan sebagian debitur untuk membayar cicilan. Berdasarkan data Pefindo Biro Kredit, terjadi peningkatan jumlah debitur dengan profil berisiko tinggi dan sangat tinggi.
"Ada pengaruh pandemi Covid-19 terhadap perilaku debitur Indonesia. Mungkin mereka mengalami kendala dalam hal pembayaran," kata Direktur Utama Pefindo Biro Kredit, Yohanes Art Abimanyu, Selasa (4/8).
Total persentase debitur kategori berisiko tinggi dan dan sangat tinggi rata-rata di atas 40 persen dan terus meningkat terutama sejak Maret hingga Mei. Pada Mei total kategori risko tinggi dan sangat tinggi tercatat sebesar 45,5 persen atau meningkat 4,3 persen dibandingkan sebelum masa pandemi yang hanya sebesar 41,2 persen.
Sebaliknya, total persentase debitur dengan kategori risiko rendah atau sangat rendah semakin menurun. Pada Mei persentase debitur berkategori risiko sangat rendah turun menjadi 3,9 persen dibandingkan pada April yang mencapai 4,3 persen. Sedangkan debitur berkategori risiko rendah turun menjadi 29,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 31,1 persen.
Seiring dengan hal tersebut, Abimanyu mengatakan tingkat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) juga mengalami kenaikan. Sepanjang periode Juni 2019 hingga Mei 2020, NPL tertinggi secara kolektif rata-rata untuk industri perbankan dan perusahaan pembiayaan tercatat pada April 2020 sebesar 3,7 persen, meskipun pada Mei 2020 nilainya turun menjadi 3,50 persen.
Senior Vice President Head of Research & Development Pefindo Biro Kredit Lucky Herviana mengatakan peningkatan jumlah debitur berisiko tinggi masih berpotensi. Selama pandemi terus berlangsung dan perekonomian tidak bergerak, tingkat debitur berisiko tinggi masih belum akan bergerak turun.
Untuk itu, Lukcy menambahkan, pemulihan ekonomi nasional akan menjadi sangat diandalkan untuk mendorong pertumbuhan kredit. "Pemulihan ekonomi nasional tentunya akan beri efek postif terhadap pertumbuhan kredit atau menjaga agar nasabah tidak bergerak menuju high risk," tutur Lucky.