REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Saham Asia bergerak bergelombang mengawali semester kedua tahun ini. Pergerakan saham diwarnai oleh optimisme pasar tentang pemulihan ekonomi global sekaligus kekhawatiran pasar akan krisis kesehatan yang belum mencapai puncaknya.
Saham berjangka bergerak bervariasi dengan Nikkei 225 naik 0,2 persen. Sementara indeks berjangka Hang Seng Hong Kong kehilangan 0,42 persen dan kontrak berjangka ASX 200 Australia turun 0,1 persen.
Pejabat medis tertinggi Amerika Serikat (AS), Anthony Fauci, memperkirakan pelemaham ekonomi global akan semakin parah apabila masyarakat diberbagai wilayah tidak menerapkan langkah-langkah jarak sosial. Hal tersebut akan menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.
Kendati demikian, analis Capital Economics Franziska Palmas, kekhawatiran terkait krisis kesehatan kali ini tidak akan mengguncang pasa uang seperti pada Maret lalu, saat pandemi Covid-19 mulai menyebar di seluruh dunia.
"Backstops bank sentral yang diberlakukan pada bulan Maret sangat penting dalam menjaga ketenangan di pasar uang," tulis Palmas falam sebuah catatan dikutip Reuters, Rabu (1/7).
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell pada hari Selasa berjanji untuk berbuat lebih banyak bagi ekonomi AS. Mereka mengaku saat ini sedang berjuang melawan dampak luar biasa dari wabah Covid-19.
Kepastian itu mendorong Wall Street lebih tinggi dan menutup kuartal dua tahun ini dengan penguatan terbaik dalam dua dekade terakhir. DJIA naik 0,85 persen, diikuti S&P 500 serta Nasdaq menguat masing-masing 1,53 persen dan 1,87 persen.