REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Angka pengangguran Australia pada Mei 2020 menyentuh titik tertinggi dalam 19 tahun terakhir. Hampir seperempat orang kehilangan pekerjaan mereka karena kebijakan isolasi untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Badan Statistik Australia (ABS) melaporkan, pada Mei, pengangguran di Australia bertambah 227 ribu orang. Lebih sedikit dibandingkan April yang mencapai rekor dimana sekitar 600 ribu orang kehilangan pekerjaannya.
Namun, proporsi pengangguran di Australia pada Mei sebesar 7,1 persen, mencapai titik tertingginya sejak Oktober 2001. Angka itu naik dibandingkan proporsi pada April yang besar 6,4 persen dan sesuai dengan ekspektasi para ekonom dalam jajak pendapat bulan lalu.
"Walaupun ini baru awalnya, ada tanda-tanda Mei mungkin akan menjadi bulan terburuk bagi lapangan kerja," kata kepala ekonom BIS Oxford Economics, Sarah Hunter, Kamis (18/6) seperti dilansir Reuters.
Angka ini memperlihatkan dampak ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19. Karena sejak bulan Maret pemerintah harus menerapkan pembatasan ruang gerak dan menutup banyak bisnis.
"Skala besarnya, lapangan kerja yang hilang tampaknya butuh waktu bertahun-tahun hingga pasar tenaga kerja dapat pulih sepenuhnya," kata Hunter.
ABS mengatakan, angka pengangguran dapat lebih buruk lagi hingga menyentuh 11,3 persen. Bila pemerintah tidak menerapkan skema subsidi gaji yang membuat pengusaha dapat terus menggaji karyawan mereka.
Hasilnya jumlah partisipasi kerja pada Mei hanya 62,9 persen lebih sedikit dibandingkan April yang sebesar 63,6 persen. Jumlah karyawan yang jam kerjanya sedikit atau tidak sama sekali turun dari 1,8 juta orang pada April menjadi 1,5 juta orang pada Mei. Pegawai yang tak memiliki jam kerja menjadi 360 ribu.
Australia menghadapi resesi pertama mereka setelah hampir tiga dekade. Bank Sentral Australia memprediksi angka pengangguran Australia mencapai 10 persen pada Juni dan akan tetap tinggi hingga 2021.