Rabu 17 Jun 2020 07:08 WIB

Indef: Evaluasi Stimulus Fiskal Perlu Dilakukan Berkala

Evaluasi dibutuhkan mengingat efektivitasnya masih jauh dari yang diharapkan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
APBN. Pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan stimulus fiskal yang sudah digelontorkan selama ini. Khususnya implementasi di tingkat daerah maupun sektoral.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
APBN. Pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan stimulus fiskal yang sudah digelontorkan selama ini. Khususnya implementasi di tingkat daerah maupun sektoral.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menuturkan, pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan stimulus fiskal yang sudah digelontorkan selama ini. Khususnya implementasi di tingkat daerah maupun sektoral.

Rizal menilai, evaluasi dibutuhkan mengingat efektivitasnya masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai program insentif fiskal nyatanya masih tidak mendongkrak pertumbuhan ekonomi, baik melalui dorongan produksi maupun konsumsi. Salah satunya karena distribusi yang tidak tepat sasaran.

Baca Juga

"Misalnya relaksasi kredit konsumsi tidak berjalan di masyarakat. Termasuk juga bagi UMKM yang kreditnya didasarkan skema KUR tanpa dipilah berdasarkan UMKM sektor prioritas," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (16/6).

Rizal mengatakan, evaluasi kebijakan fiskal secara keseluruhan menjadi hal paling penting dan perlu dilakukan pemerintah saat ini agar kondisi ekonomi pada kuartal kedua hingga keempat  tidak semakin memburuk serta bantalan ekonomi membaik. Termasuk kebijakan alokasi anggaran atas kesehatan publik guna menekan penyebaran virus.

Melihat kondisi dan dinamika saat ini, Rizal menyebutkan, kebijakan PSBB yang diberlakukan masih belum efektif dalam mengantisipasi serta mendorong perbaikan ekonomi. Kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua sulit dihindari. “Termasuk juga kuartal ketiga dan keempat, tidak bisa diharapkan,” ujarnya.

Rizal mengatakan, tentu ada harapan ekonomi membaik pada kuartal ketiga dan keempat, bahkan dengan arah positif dengan besaran angka di atas nol. Tapi, perlu manajemen kebijakan dan alokasi anggaran yang memadai.

Selain itu, Rizal menekankan, dibutuhkan dorongan efektivitasnya agar mengakselerasi alokasi anggaran fiskal supaya tepat sasaran dan waktu. "Tanpa ada barrier yang bersifat administratif, sehingga tidak butuh time lag yang lama dalam implementasinya,"katanya.

Pemerintah juga harus menyiapkan antisipasi menghadapi second wave Covid-19 melalui monitoring dan evaluasi yang terstruktur, terhitung dan akuntabel secara berkala.

Apabila pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan keempat masih negatif, Rizal mengatakan, pemerintah harus segera mengejar perbaikan berbagai indikator sosial ekonomi. Misal, penciptaan lapangan kerja, penurunan kemiskinan signifikan, pengangguran yang terantisipasi, perbaikan produksi UMKM, peningkatan konsumsi masyarakat hingga pengendalian inflasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, program penanganan pandemi Covid-19 masih menghadapi tantangan dalam eksekusi. "Baik dari sisi regulasi, administrasi dan implementasi di lapangan," ucapnya dalam konferensi pers kinerja APBN Kita, Selasa.

Misalnya saja pada dukungan kesehatan yang tingkat realisasi baru Rp 1,35 triliun atau 1,54 persen dari target. Ini disebabkan keterlambatan proses penagihan, verifikasi klaim biaya perawatan Covid-19 oleh BPJS Kesehatan serta proses revisi anggaran.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement