REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior dari UIN Jakarta, Pheni Chalid, mengaku optimis dengan kerja keras petani dan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Dia yakin, momentum pandemi Covid 19 mampu menjadi energi dan semangat yang luar biasa dalam melakukan produksi.
"Sebaiknya jangan gunakan isu impor di saat pandemi seperti sekarang ini. Tapi kita manfaatkan momentum ini untuk mendukung petani dan mengutamakan produksi dalam negeri, sehingga kita mampu mencapai kedaulatan, ketahanan dan kemandirian pangan," ujar Pheni, Rabu (10/6).
Menurut Pheni, langkah Kementan dalam membangun pusat data dan sarana prasarana berteknologi canggih merupakan langkah tepat karena sesuai dengan road map visi jangka panjang pertanian 2020-2024, dimana pertanian masa depan adalah pertanian maju, mandiri, dan modern berdasarkan asas Gotong Royong.
"Saya lihat pertanian sekarang sudah menuju pada kemandirian pangan, walaupun masih harus berusaha lebih maksimal lagi karena terkendala biaya produksi. Tapi dari sisi lainnya sudah bagus seperti pengadaan pupuk, benih, proses panen dan pasca panen," katanya.
Di samping itu, Pheni mengajak masyarakat agar turut berkontribusi dalam mencapai kemandirian pangan nasional. Kontribusi itu diantaranya dengan melakukan penanaman sayur mayur di halaman pekarangan rumah masing-masing.
"Sekali lagi saya katakan, masa Covid 19 ini seharusnya dijadikan momentum untuk lebih mandiri dan hidup subsisten. Kemudian berusaha mengkonsumsi apa yang diproduksi sendiri," tuturnya.
Senada dengan Pheni, Akademisi Universitas Brawijaya, Sujarwo, menilai kebijakan dan strategi Kementan dalam mengelola pertanian dimasa pandemi Covid 19 sudah sangat tepat, mengingat Kementerian yang dipimpin SyahruI Yasin Limpo itu sudah memiliki ruang data yang dapat mengakurasi semua produksi.
"Saya kira data pertanian baik areal tanam, areal panen, dan real produksi serta ekspektasi produksi bulanan lewat website maupun media elektronik, termasuk membuktikan adanya aliran data dari bottom-up lewat frame yang telah dibuat kementerian (design system should be TOP DOWN) sudah sangat bagus," katanya.
Dengan kecanggihan sistem data dan informasi yang dimiliki Kementan, maka, ujar Sujarwo, isu impor yang muncul belakangan ini akan terpatahkan dengan sendirinya."Saya yakin sistem dan data di Kementan akan berbicara sendiri untuk mereka yang meragukan ketersediaan pangan nasional. Saya berharap Kementan tidak perlu gusar. Santai saja dan tanggapi ini (isu impor) dengan baik," ungkapnya.
Sebagai informasi, stok beras CBP (Cadangan Beras Pemerintah) di Bulog yang direkomendasi dari Rakortas adalah 1 juta sampai 1,5 juta ton. Saat ini CBP di Bulog 1,485 juta ton, dan akan terus bertambah seiring panen raya yang masih berlangsung di sejumlah daerah.
Secara rinci, stok beras di masyarakat berada di Bulog, penggilingan, pedagang, Horeka, dan rumah tangga. Data terbaru stok beras minggu ke 1 Juni 2020 adalah, Bulog 1, 485 juta ton, penggilingan 1,36 juta ton, pedagang 0,73 juta ton, dan stok cukup besar ada di Horeka dan rumah tangga. Sementara itu, data pengadaan beras Bulog per tanggal 8 Juni 2020, juga masih terus berlangsung. Setidaknya ada 21.667 ton beras telah terserap.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Agrobisnis Petani Ubi Jalar Indonesia (Asapuji) Ahmed Joe Hara menyatakan, keputusan impor sebaiknya jangan diletakkan pada keputusan prioritas tetapi diawali oleh inventarisasi komoditi komoditi yang siap ekspor.
Yang kita perlukan,katanya, adalah adanya konektivitas antara produsen onfarm dan industri lokal dengan eksportir atau konsumen. "Sehingga tercapai kondisi informasi optimal antara pihak produsen siap ekspor dengan konsumen domestik maupun mancanegara," papar Ahmed.