REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menjamin kepastian hukum investor asal Inggris dalam mengembangkan potensi minyak dan gas (migas) di wilayah perbatasan perairan Natuna. Hal ini mengingat dari segi geopolitik wilayah tersebut rawan terjadi konflik karena berbatasan langsung dengan Vietnam.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan jaminan yang diberikan tersebut berupa surat kepastian hukum beroperasi. Adapun perusahaan asal Inggris yang saat ini tengah mengembangkan blok migas di perairan Natuna yakni Premiere Oil, Blok Tuna.
"Mereka minta kami terbitkan itu wilayah Indonesia dan jaga itu. Kami keluarkan surat itu sampai saat ini. Satu dua bulan saja kok. Keluar suratnya,' ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (9/6).
Di sisi lain, Permier Oil sendiri terpaksa menunda sementara rencana pengeboran sumur eksplorasi di blok tersebut. Adapun keputusan tersebut diambil karena harga minyak sedang anjlok selama pandemi corona.
Awalnya Premiere Oil berencana mengebor dua sumur eksplorasi di Blok Tuna pada tahun ini. Di samping itu, Premier Oil telah mendapat perpanjangan masa eksplorasi selama satu tahun sejak akhir 2019.
Dengan adanya pandemi ini, SKK Migas pun bakal memberikan masa perpanjangan kedua bagi Premier Oil. Namun, batas perpanjangan eksplorasi belum diputuskan.
Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman menjelaskan Premier Oil harus memiliki mitra untuk mengelola Blok Tuna. Pasalnya, pengembangan Blok Tuna beresiko tinggi karena berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Menurut Fatar pihaknya saat ini tengah menunggu laporan mitra baru Premiere Oil di Blok Tuna. Sebelumnya, SKK Migas menyatakan Premier Oil telah memiliki calon mitra dari Rusia untuk mengelola Blok Tuna.
Blok Tuna memiliki dua lapangan migas yakni Singa Laut dan Kuda Laut. Sebelum komposisi hak partisipasi berubah, Premier Oil mendapatkan hak kelola sebesar 65 persen pada Maret 2017. Sisanya dipegang oleh Mitsui sebesar 25 persen dan GS Energy sebanyak 15 persen.