REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan hampir semua pemerintah di seluruh dunia memberikan insentif bagi perusahaan negara di tengah pandemi covid-19 guna menopang perputaran ekonomi, bisnis, dan UMKM. Indonesia juga memberikan insentif, termasuk untuk BUMN.
"Hampir semua negara begitu karena dengan corona mereka butuh stimulus-stimulus," ujar Arya saat diskusi daring di Jakarta, Selasa (9/6).
Pemerintah, kata Arya, melakukan hal yang sama dengan memberikan bantuan dana kepada sejumlah BUMN yang terdampak pandemi Covid-19. Arya menyebut tiga model bantuan kepada BUMN yang terdiri atas pencairan utang pemerintah kepada BUMN, penyertaan modal negara (PMN) 2020, hingga dana talangan yang merupakan pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemerintah. Arya menilai hal yang lumrah BUMN menagih pembayaran utang dari pemerintah dalam kondisi seperti saat ini.
"Ketika iklim bisnis tidak baik sangat biasa perusahaan akan mengejar piutang mereka. BUMN karena punya piutang ke pemerintah mereka kejar itu supaya pertahankan cashflow dan bisnisnya, ada Rp 108 triliun untuk pembayaran utang pemerintah," ucap Arya.
Arya mengatakan sejatinya pembayaran utang pemerintah kepada BUMN tidak tercantum dalam APBN 2020. Namun hal ini mengalami perubahan begitu adanya pandemi corona. Dengan demikian pemerintah harus membayar utang sebesar Rp 108 triliun dengan rincian BUMN Karya sebesar Rp 12,16 triliun, KAI sebesar Rp 0,30 triliun, PLN sebesar Rp 48,46 triliun, Kimia Farma sebesar Rp 1 triliun, Bulog sebesar 0,57 triliun, Pertamina sebesar Rp 40 triliun, dan Pupuk sebesar Rp 6 triliun.
"Khususnya perusahaan-perusahaan yang memberi subsidi kepada publik misal PLN. Wajar saja, dia butuh cashflow juga, wajar pemerintah membayarkan utangnya," kata Arya.