Selasa 09 Jun 2020 11:26 WIB

Pengamat: Isu Impor Beras Bisa Merugikan Petani

Direktur Eksekutif Indef menyebut isu impor ganggu harga beras di tingkat petani

Petani memanen padi di area persawahan di Kulon Progo, Yogyakarta, Selasa (2/6). Direktur Eksekutif Indef menyebut isu impor ganggu harga beras di tingkat petani
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Petani memanen padi di area persawahan di Kulon Progo, Yogyakarta, Selasa (2/6). Direktur Eksekutif Indef menyebut isu impor ganggu harga beras di tingkat petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, menilai sampai saat ini cadangan beras nasional masih dalam posisi aman. Kebutuhan beras, kata Tauhid, tidak perlu dikhawatirkan mengingat pemerintah dan petani terus melakukan produksi, meski sedang menghadapi wabah pandemi.

"Saya lihat memang sekarang (Isu impor) sangat tidak tepat, karena dikuatirkan akan menurunkan harga ditingkat petani," ujar Tauhid saat dihubungi, Selasa 9 Juni 2020.

Baca Juga

Lagi pula, menurut dia, impor dan ekspor adalah hal yang biasa dan lumrah dilakukan setiap negara. Apalagi, kebijakan impor dilakukan dalam waktu yang tepat, dimana ketika sebuah negara memiliki kekurangan kemampuan produksi.

"Impor tidak dilarang, tapi harus dilakukan pada saat dan momentum yang tepat. Kemudian harus sesuai juga dengan kebutuhan yang ada, termasuk melihat produksi dalam negeri," katanya.

Meski demikian, Tauhid percaya bahwa kemampuan petani Indonesia sangat luar biasa. Indonesia bahkan bisa mendulang panen dengan angka diatas rata-rata jika pengelolaan pertanian dikerjakan dengan baik dan benar.

"Tetap optimalkan produksi dalam negeri," katanya.

Sementara itu, akademisi pertanian dari Universitas Brawijaya, Sujarwo menilai, kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengelola sektor produksi memiliki resiko tinggi. Terlebih ketika tidak diberi kewenangan di area pasar.

"Maksud saya adalah, ketika Kementan berhasil dalam produksi, namun disisi lain Kementerian Perdagangan malah memberikan ijin impor, maka ini akan menghancurkan harga pasar produk pertanian. Menurut saya ini harus dihindari," katanya.

Menurut Sujarwo, hitungan Kementan dalam mengelola pertanian sudah sangat tepat, mengingat Kementerian yang dipimpin SyahruI Yasin Limpo itu sudah memiliki ruang data yang dapat mengakurasi semua produksi.

"Saya kira data pertanian baik areal tanam, areal panen, dan real produksi serta ekspektasi produksi bulanan lewat website maupun media elektronik, termasuk membuktikan adanya aliran data dari bottom-up lewat frame yang telah dibuat kementerian (design system should be TOP DOWN) sudah sangat bagus," katanya.

Dengan kecanggihan sistem data dan informasi yang dimiliki Kementan, maka, ujar Sujarwo, isu impor yang muncul belakangan ini akan terpatahkan dengan sendirinya."Saya yakin sistem dan data di Kementan akan berbicara sendiri untuk mereka yang meragukan ketersediaan pangan nasional. Saya berharap Kementan tidak perlu gusar. Santai saja dan tanggapi ini (isu impor) dengan baik," tuturnya.

Sebagai informasi, stok beras CBP (Cadangan Beras Pemerintah) di Bulog yang direkomendasi dari Rakortas adalah 1 juta hingga 1,5 juta ton. Saat ini CBP di Bulog 1,485 juta ton, dan akan terus bertambah seiring panen raya yang masih berlangsung di sejumlah daerah.

Secara rinci, stok beras di masyarakat berada di Bulog, penggilingan, pedagang, Horeka, dan rumah tangga. Data terbaru stok beras minggu ke 1 Juni 2020 adalah, Bulog 1,48 juta ton, penggilingan 1,36 juta ton, pedagang 0,73 juta ton, dan stok cukup besar ada di Horeka dan rumah tangga. Sementara itu, data pengadaan beras Bulog per tanggal 8 Juni 2020, juga masih terus berlangsung. Setidaknya ada 21.667 ton beras telah terserap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement