REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan lima Peraturan OJK (POJK) pada 21 April 2020 sebagai tindak lanjut kewenangan OJK dalam pelaksanaan Perppu No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Adapun peraturan yang diterbitkan dijabarkan sebagai berikut:
1. POJK Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
POJK ini antara lain memuat ketentuan mengenai:
a) Batas waktu penyampaian laporan berkala;
b) Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan;
c) Penetapan kualitas aset berupa Pembiayaan dan restrukturisasi Pembiayaan;
d) Perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan reasuransi syariah;
e) Perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti;
f) Pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai usia kelompok peserta (life cycle fund) bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti.
2. POJK Nomor 15/POJK.04/2020 Tentang Rencana Dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka.
POJK ini antara lain memuat ketentuan mengenai:
a) Ketentuan mengenai pemberitahuan mata acara, pengumuman, dan pemanggilan RUPS;
b) Kewajiban Perusahaan Terbuka menyediakan alternatif pemberian kuasa secara elektronik bagi pemegang saham untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS;
c) Pemberian kuasa secara elektronik dilakukan menggunakan Sistem Penyelenggaraan RUPS Secara Elektronik (e-RUPS) yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS/sistem yang disediakan Perusahaan Terbuka;
d) Pihak yang dapat menerima kuasa secara elektronik meliputi:
1) Partisipan yang mengadministrasikan sub rekening efek/efek milik pemegang saham;
2) Pihak yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka; atau
3) Pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham.
e) Kegiatan Penyedia e-RUPS hanya dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan atau Pihak lain yang disetujui Otoritas Jasa Keuangan.
3. POJK Nomor 16/POJK.04/2020 Tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik.
POJK ini antara lain memuat ketentuan mengenai:
a) Mewajibkan RUPS fisik secara terbatas (minimal pimpinan RUPS, 1 direksi dan/atau 1 dewan komisaris, dan profesi penunjang);
b) Pemegang saham diberikan kesempatan untuk hadir secara fisik, sepanjang Perusahaan Terbuka menyediakan kuota tertentu (tidak untuk seluruh pemegang saham);
c) Kehadiran pemegang saham secara elektronik dalam RUPS secara elektronik dapat menggantikan kehadiran pemegang saham secara fisik dan dihitung sebagai pemenuhan kuorum kehadiran;
d) Dalam kondisi tertentu, Perusahaan Terbuka dapat tidak melaksanakan RUPS secara fisik atau melakukan pembatasan kehadiran pemegang saham secara fisik baik sebagian maupun seluruhnya dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik;
e) Kondisi tertentu tersebut ditetapkan oleh Pemerintah atau dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
4. POJK Nomor 17/POJK.04/2020 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.
POJK ini antara lain memuat ketentuan mengenai:
a) Perluasan cakupan definisi Transaksi Material yaitu setiap transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka atau Perusahaan Terkendali yang memenuhi batasan nilai sebagaimana diatur dalam POJK ini;
b) Perluasan batasan nilai Transaksi Material, semula nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka, menjadi nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka dan apabila Perusahaan Terbuka mempunyai ekuitas negatif maka perhitungan nilai transaksi sama dengan 10% atau lebih dari total aset Perusahaan Terbuka;
c) Penyempurnaan lingkup Transaksi Material antara lain:
1) Transaksi Material yang mengganggu kelangsungan usaha;
2) Transaksi restrukturisasi BUMN;
3) Transaksi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu;
4) Dilusi yang nilainya material; dan
5) Pengaturan dalam POJK memberikan pengecualian bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan Transaksi Material dikecualikan dari kewajiban melakukan keterbukaan informasi kepada publik, namun tetap wajib lapor ke OJK.
5. POJK Nomor 18/POJK.03/2020 Tentang Perintah Tertulis Untuk Penanganan Permasalahan Bank.
POJK ini antara lain memuat ketentuan mengenai:
a) Pengaturan berlaku bagi Bank yaitu Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri;
b) Kewenangan OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Bank untuk:
1) Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi; dan/atau
2) Menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi.
c) Perintah Tertulis diberikan kepada Bank yang memenuhi kriteria berdasarkan penilaian OJK;
d) Kewajiban kepada Bank yang diberikan Perintah Tertulis untuk menyusun rencana tindak, serta melaksanakan dan menjaga kelancaran proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi sesuai dengan rencana tindak;
e) Dalam melaksanakan Perintah Tertulis oleh Bank untuk melakukan maupun menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi:
1) Terdapat beberapa penyesuaian terhadap proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi;
2) Bagi BUK atau BUS, berdasarkan persetujuan OJK dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, kepemilikan saham bank umum, dan/atau batas waktu pemenuhan modal inti minimum;
3) Bagi BPR atau BPRS, jaringan kantor tetap dapat dipertahankan sesuai dengan wilayah jaringan kantor BPR atau BPRS yang telah berdiri.
Kebijakan relaksasi perekonomian
OJK telah menerbitkan POJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dan POJK Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank sebagai landasan bagi Bank dan Perusahaan Pembiayaan dalam melaksanakan restrukturisasi kredit/pembiayaan.
Keringanan kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan bagi debitur yang terdampak Covid 19, hingga 4 Mei telah dilakukan oleh 74 bank dengan nilai Rp207,2T triliun yang berasal dari 1,02 juta debitur. Jumlah ini termasuk restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp99,36 triliun dari 819.923 debitur.
Sementara untuk perusahaan pembiayaan, sampai dengan 4 Mei, sebanyak 183 perusahaan telah menerima pengajuan permohonan keringanan debitur dengan jumlah kontrak restrukturisasi yang disetujui sebanyak 735.111 dengan nilai Rp28,13 triliun. Sementara 508.080 kontrak pembiayaan dalam proses restrukturisasi.
Pemerintah akan menerbitkan stimulus lanjutan kebijakan subsidi bunga kepada debitur terdampak covid-19. OJK mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan kebijakan stimulus perekonomian lanjutan terkait pemberian subsidi bunga bagi debitur bank dan perusahaan pembiayaan. OJK dan Pemerintah menyiapkan ketentuan pelaksanaan program stimulus lanjutan ini.
Subsidi bunga akan diberikan untuk 6 bulan dengan besaran subsidi sebagai berikut
• Suku bunga untuk kluster sampai dengan Rp 500 juta sebesar 6% untuk tiga bulan pertama dan 3% untuk tiga bulan kedua;
• Suku bunga untuk kluster di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 miliar sebesar 3% untuk tiga bulan pertama dan 2 % untuk 3 bulan kedua.
Ketentuan kriteria debitur bank dan perusahaan pembiayaan yang berhak mendapatkan subsidi bunga Pemerintah antara lain:
1) Debitur dengan kolektibilitas 1 (lancar) dan kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus) pada bank/BPR/Perusahaan Pembiayaan.
2) Target penerima manfaat debitur bank/BPR/perusahaan pembiayaan dengan:
• Kredit produktif UMKM s.d. Rp10 miliar;
• Kredit Kendaraan Bermotor yang digunakan untuk usaha produktif (lebih kecil dari Rp 500 juta); dan
• Kredit Pemilikan Rumah (Tipe 21, 22 sd 70).
Perkembangan Sektor Jasa Keuangan
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan per Maret 2020 masih tumbuh positif. Kredit perbankan tumbuh sebesar 7,95% yoy, ditopang oleh kredit valas yang tumbuh sebesar 16,84% yoy. Piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 2,49% yoy.
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 9,54% yoy.Sementara sampai dengan 28 April 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp28,3 triliun dengan 22 emiten baru.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret 2020 juga masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,77% (NPL net: 0,98%) dan Rasio NPF sebesar 2,75%.Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit terpantau di level 112,90%, di atas threshold 50%.
Kondisi ini juga didukung dengan adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang dimulai sejak Maret sehingga tidak membebani permodalan bank mengingat kredit yang direstrukturisasi dikategorikan lancar. Selain itu, OJK terus memonitor kondisi likuiditas harian lembaga jasa keuangan termasuk ketersediaan High Quality Liquidity Asset dalam bentuk surat berharga.
Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 21,77% serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 643% dan 297%, di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
OJK akan terus memantau dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian global dan domestik serta mengantisipasi melalui berbagai kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan menjaga perekonomian nasional.