REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah masih menghitung kebutuhan modal kerja untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terdampak pandemi corona Covid-19. Perhitungan ini digunaan sebagai basis pemberian bantuan bagi UMKM agar mereka memiliki nafas lebih panjang untuk bertahan hidup.
Sri mengatakan, sejauh ini, UMKM sudah mendapatkan relaksasi berupa pembebasan cicilan kredit dan subsidi bunga. Hanya saja, insentif ini dirasa belum cukup kuat agar UMKM bisa memiliki kemampuan bertahan hidup.
"Itu sebabkan kita perlu desain (bantuan) modal kerja yang minimal bisa membantu mereka bertahan hidup," katanya saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (6/5).
Pemberian bantuan modal kerja akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Sri menargetkan, regulasi dapat rampung pada pekan ini sehingga bisa segera diimplementasikan.
Berbagai skema bantuan sudah dipikirkan. Di antaranya melalui penjaminan atau pembayaran premi asuransi untuk kredit macet UMKM. Opsi lain, penempatan dana ke BUMN yang terkait dengan pemberian jaminan kredit melalui bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Agar mereka memiliki kapasitas dalam rangka penjaminan bagi tambahan volume yang harus dijamin," tutur Sri.
Dalam perhitungan Sri yang merujuk pada Kementerian Koperasi dan UMKM, terdapat lebih dari 60 juta UMKM di Indonesia. Ia mengakui, bantuan modal kerja sulit untuk menjangkau semuanya mengingat membutuhkan anggaran luar biasa.
Oleh karena itu, Sri menjelaskan, pemerintah menganggarkan dana sekitar Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional. Salah satu fokusnya, penyelamatan UMKM dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pembatasan sosial di tengah pandemi Covid-19. Dana ini masuk dalam insentif paket ketiga sebesar Rp 405,1 triliun.
Seluruh anggaran pemulihan ekonomi nasional memnag tidak akan hilang dalam bentuk kredit baru, dan berpotensi dikembalikan lagi menjadi pendapatan negara. Tapi, Sri menekankan, kebutuhan dana untuk pemberian bantuan modal kerja tetap membutuhkan tekanan pada APBN.
"Baik above the line maupun below the line," ujarnya.
Above the line merupakan bagian dari belanja pemerintah pusat yang merujuk pada pemberian subsidi, termasuk subsidi bunga dan pembayaran premi agar bank bersedia dan mau memberikan kredit modal kerja. Di sisi lain, below the line yang dimaksud (pembiayaan) adalah dalam bentuk penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai ratusan triliun.