Rabu 22 Apr 2020 15:29 WIB

Bea Cukai: Impor Bahan Obat dari China Meningkat

Kenaikan impor bahan obat dari China terjadi setelah pemerintah merelaksasi impor

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. ilustrasi
Foto: Antara/Saiful Bahri
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kenaikan perizinan impor online bahan obat dibandingkan tahun lalu setelah pemberian relaksasi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengiriman dari China, yaitu hingga 120 persen menjadi 17,16 juta dolar AS pada pekan ke-16 tahun ini atau pada pekan lalu.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, kenaikan ini menjadi dampak dari kebijakan relaksasi berupa insentif fiskal terhadap kegiatan impor alat kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19. "Ini seiring dengan kebijakan pemerintah untuk memastikan impor dapat dilayani dan difasilitasi," tuturnya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (22/4).

Baca Juga

Pertumbuhan impor bahan obat juga terlihat jika dibandingkan sebelum pemberian relaksasi pada 18 Februari. Saat itu, nilai impor dari China hanya 3,32 juta dolar AS. Artinya, dibandingkan pekan lalu, pertumbuhannya mencapai lebih dari 400 persen.

Pertumbuhan tidak hanya terjadi pada impor dari China. Impor bahan obat dari Korea dan Jepang juga mengalami tren serupa meski lebih moderat. Pada pekan ke-16 tahun ini, nilai impor dari Korea dan Jepang adalah 2,18 juta dolar AS, sedangkan periode yang sama pada tahun lalu hanya 1,81 juta dolar AS.

Di sisi lain, Heru menambahkan, kebijakan relaksasi juga berdampak pada peningkatan pemanfaatan ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA) atau perjanjian perdagangan bebas antara China dengan ASEAN, termasuk Indonesia.

Relaksasi itu berupa kemudahan penyerahan Surat Keterangan Asal (SKA) Form E. Dokumen ini merupakan salah satu syarat impor, terutama bagi pihak yang ingin memanfaatkan tarif preferensi ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA). Kebijakan ini resmi diberlakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per Senin (17/2) melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Bea Cukai nomor SE-02/BC/2020.

"Fasilitas itu telah tingkatkan dampak positif, ada kenaikan penggunaan ASEAN-China FTA," kata Heru.

Secara umum, Heru menjelaskan, Kemenkeu melalui DJBC sudah mengeluarkan berbagai stimulus ekonomi dalam impor alat kesehatan untuk menghadapi dampak Covid-19. Terbaru, PMK Nomor 34 Tahun 2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/ atau Cukai serta Perpajakan Atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid-19. Regulasi ini diundangkan pada 17 April.

Heru mengatakan, insentif-insentif sebelumnya baru terbatas pada tujuan non komersil. Tapi, melalui PMK 34/2020, pemerintah memberikan pembebasan ke tujuan komersil juga. Misalnya, importir umum yang ingin mengimpor Alat Pelindung Diri (APD) untuk dijual ke pasaran.

Dengan kemudahan melakukan impor tersebut, Heru berharap, ketersediaan APD maupun alat kesehatan yang dibutuhkan lainnya dapat lebih dijangkau oleh pihak membutuhkan.

Setidaknya ada 73 jenis barang untuk keperluan penanganan Covid-19 yang masuk dalam fasilitas PMK 34/2020. "Daftarnya sudah kami list dari WHO dan koordinasikan dengan Kementerian Kesehatan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement