Jumat 17 Apr 2020 14:17 WIB

Mentan Syahrul Wanti-Wanti Anjloknya Harga Gabah Petani

Sekitar 18 persen daerah mengalami kejatuhan hingga di bawah acuan harga HPP.

Rep: Deddy Darmawan Nasution / Red: Agus Yulianto
Kementerian Pertanian (Kementan) yang dikomandoi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus berupaya meningkatkan investasi pada sektor pertanian. Kementan  mengupayakan pada peningkatan investasi pertanian melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Foto: dok. Humas Kementan
Kementerian Pertanian (Kementan) yang dikomandoi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus berupaya meningkatkan investasi pada sektor pertanian. Kementan mengupayakan pada peningkatan investasi pertanian melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti potensi jatuhnya harga gabah pada saat puncak panen raya saat ini. Syahrul mengatakan, harga gabah harus tetap dipertahankan pada level yang wajar agar petani dapat tetap bertahan di tengah wabah virus corona.

"Kita berusaha menyanggah harga gabah agar nilai tukar petani (NTP) tidak terus menurun saat wabah corona," kata Syahrul dalam Rapat Kerja Virtual bersama DPR, Kamis (17/4).

Syahrul menuturkan, pergerakan harga gabah pada sejak bulan Maret terus mengalami penurunan dan diperkirakan berlanjut hingga Mei 2020. Hal itu berpeluang menurunkan nilai tukar petani yang saat ini tengah dalam tren penurunan.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya mencatat, NPT bulan Maret 2020 turun 1,22 persen menjadi 102,09. Terjadi penurunan di seluruh subsektor usaha pertanian. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura.

Sementara Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga turun 1,18 persen menjadi 102,90. Baik indeks NTP maupun NTUP, keduanya konsisten menurun sejak Januari 2020.

Syahrul menyampaikan, dari seluruh wilayah panen yang dipantau Kementan, sekitar 18 persen daerah mengalami kejatuhan harga gabah hingga di bawah acuan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 4.200 per kilogram. Namun, dari hasil pengecekan lapangan, tidak ada harga gabah yang dibeli hingga di bawah Rp 3.500 per kilogram.

"Kalau ada gabah petani yang dihargai sampai Rp 2.000 per kilogram misalnya, kita akan cari dimana daerahnya, harus ada pendekatan karena ini harus disanggah," ujarnya.  

Kementan, kata dia, telah berkoordinasi dengan Perum Bulog untuk terus mengoptimalkan penyerapan gabah dengan minimal harga Rp 4.200 per kilogram sesuai HPP yang ditetapkan. Hanya saja, posisi stok beras Bulog hingga saat ini masih sekitar 1,4 juta ton atau 50 persen dari total kapasitas. Situasi itu, diakui Syahrul, tentu akan berdampak pada kemampuan daya serap gabah petani oleh Bulog.

Di satu sisi, posisi Bulog bukan berada di bawah Kementan. Namun Kementerian Badan Usaha Milik Negara sehingga Kementan tidak dapat mengatur penuh operasional Bulog. Oleh karena itu, pihaknya sudah menjalin kesepakatan dengan 1.600 penggilingan padi untuk melakukan penyerapan gabah dengan harga tidak kurang dari HPP.

"Ada hampir 1.600 penggilingan yang dikomandoi oleh kita. Mereka kita siapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan plafon Rp 400-500 miliar supaya punya modal untuk serap hasil petani," ujar Syahrul.

Sementara itu, Syahrul memastikan Kementan terus melakukan validasi data di lapangan bersama lembaga lain, termasuk TNI yang ikut mengawal proses panen. Menurut dia, validasi dan pengecekan langsung wajib dilakukan sebab Kementan tidak bisa sekadar mengandalkan angka-angka neraca yang bisa jadi terdapat margin error.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement