REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog menuturkan, rata-rata harga gabah di tingkat petani masih tergolong tinggi dan jauh di atas acuan harga pembelian pemerintah (HPP). Situasi itu membuat Bulog kesulitan melakukan pembelian gabah demi kepentingan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) tahun 2020.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh menuturkan, idealnya harga gabah mulai mengalami penurunan karena saat ini bertepatan dengan musim panen raya padi.
"Kenyataannya, harga gabah tetap tinggi di atas HPP. Meskipun acuan HPP pun sudah dinaikkan," kata Tri dalam Webiner Center for Indonesian Policy Studies, Rabu (15/4).
Sebagaimana diketahui, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 4.200 per kilogram (kg) dan di tingkat penggilingan Rp 4.250 per kg. Namun, rata-rata harga gabah saat ini masih di atas Rp 4.500 per kg.
Tri menuturkan, harga gabah yang tinggi membuat Bulog bersaing ketat dengan produsen beras swasta dalam membeli gabah petani. Karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah memberikan stimulus berupa cadangan anggaran untuk bisa membeli gabah petani di atas acuan HPP.
Hal itu demi memperkuat posisi Bulog untuk bisa membeli gabah dari petani sekaligus pengadaan cadangan beras pemerintah yang berguna untuk menstabilkan harga beras di pasar. "Perlu ada stimulus berupa tambahan anggaran untuk Bulog," ujarnya.
Ia menuturkan, telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk mengajukan tambahan anggaran sebanyak Rp 10 triliun. Dana itu, menurut Tri, setidaknya bisa untuk memproduksi cadangan beras pemerintah sebanyak 1 juta ton. Hanya saja untuk mendapatkan restu tambahan anggaran itu perlu persetujuan dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas) Kemenko Perekonomian.
Menurut dia, strategi pembelian gabah di atas HPP juga masih perlu dimatangkan. Sebab, harga pembelian Bulog menjadi acuan di pasar bebas. Ketika Bulog membeli gabah petani dengan harga di atas HPP, maka harga gabah berpotensi naik.
"Jadi perlu antisipasi dan kehati-hatian," ujarnya.
Seperti diketahui, selama ini Bulog menggunakan pinjaman kredit komersial perbankan untuk membeli gabah yang akan diolah menjadi cadangan beras milik pemerintah. Namun, pemerintah hanya mengganti dana pinjaman tersebut dari selisih harga beras antara harga pengadaan dan jual. Adapun rata-rata anggaran yang disediakan sekitar Rp 2,5 triliun.
Pada tahun ini, Bulog menargetkan pengadaan cadangan beras pemerintah sebanyak 950 ribu ton dari total target pengadaan 1,4 juta ton. Sisanya, merupakan beras komersial di mana dari proses pembelian gabah hingga penjualan beras menggunakan harga pasar.