Rabu 25 Mar 2020 15:05 WIB

Ketua Komisi XI: Pelebaran Defisit APBN Harus Dilakukan

DPR RI telah membicarakan potensi pelebaran defisit dengan KSSK.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, rencana pemerintah untuk melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 saat ini merupakan langkah yang harus dilakukan.
Foto: Republika
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, rencana pemerintah untuk melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 saat ini merupakan langkah yang harus dilakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, rencana pemerintah untuk melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 saat ini merupakan langkah yang harus dilakukan. Tekanan terhadap ekonomi global dan domestik akibat wabah virus corona (Covid)-19 menuntut belanja pemerintah harus dinaikkan, sementara pendapatan berpotensi berkurang.

Dito menuturkan, pihaknya sudah membicarakan potensi pelebaran defisit bersama dengan Komite Sistem Stabilitas Keuangan yang terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hanya saja, Komisi XI belum mengetahui secara pasti besaran defisit baru yang ditetapkan nantinya.  

Baca Juga

"Mereka (KSSK) akan exercise dulu opsi-opsinya. Apabila sudah disepakati di kabinet, baru dibawa secara resmi ke DPR," tutur Dito ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/3).

Perwakilan dari Fraksi Golkar tersebut menekankan, pelebaran defisit dilakukan dengan fokus utama membantu masyarakat dalam pencegahan dan penanganan Covid-19. Dengan arahan tersebut, Dito mengatakan, Komisi XI DPR siap berdiskusi dengan pemerintah untuk merancang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam regulasi ini, batas maksimal defisit APBN ditetapkan sebesar tiga persen.

Selain potensi pelebaran defisit, Dito menambahkan, pemerintah juga sudah berdiskusi mengenai potensi adanya perubahan terhadap asumsi makro APBN. Banyak faktor penyebabnya, termasuk dinamika harga minyak yang terlalu jauh dari asumsi sekarang.

Dito mengatakan, pihaknya hanya memberikan satu arahan garis besar kepada pemerintah dalam melakukan APBN Perubahan. Kebijakan harus diutamakan untuk membantu masyarakat melewati wabah Covid-19 dengan dampak seminimal mungkin. "Kami hanya tekankan garis besar saja, nanti waktu pembahasan baru dibuat detil satu per satu," katanya.

Saran senada disampaikan oleh Badan Anggaran DPR. Dalam rekomendasinya yang dirilis Senin (23/3), mereka menganjurkan pemerintah merevisi poin batas maksimal defisit APBN di UU Nomor 17 Tahun 2003 dari tiga persen ke lima persen. Sementara itu, rasio utang terhadap PDB tetap 60 persen.

Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, rekomendasi ini diberikan karena hampir seluruh indikator ekonomi makro mengalami perubahan signifikan dengan adanya pandemi Covid-19. APBN 2020 sebagai instrumen fiskal utama yang dipunya pemerintah untuk menjalankan roda pembangunan praktis mengalami perubahan, dari asumsi makro sampai postur APBN itu sendiri.

Selain merelaksasi defisit, Banggar DPR juga menganjurkan pemerintah menerbitkan Perppu terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan sebagai UU Perubahan Kelima dari UU PPh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement