Rabu 11 Mar 2020 16:23 WIB

Industri China Belum Pulih, Pengusaha Pusing Cari Bahan Baku

Kadin optimistis sebagian industri strategis di China mulai berjalan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan pengusaha nasional mencari bahan baku pengganti dari China.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan pengusaha nasional mencari bahan baku pengganti dari China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha nasional masih kebingungan mencari bahan baku pengganti untuk keperluan industri dalam negeri. Alasannya, pabrikan di China belum sepenuhnya beroperasi menyusul merebaknya wabah virus korona (Covid-19) sejak awal 2020 lalu.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menyebutkan, 25 persen produk Indonesia memang berasal dari China. Sementara itu angka ekspor komoditas Indonesia, 16 persennya juga menuju China. Besarnya porsi perdagangan kedua negara ini membuat Indonesia mau tak mau ikut terimbas perlembatan ekonomi Cina.

Baca Juga

"Kita tahu pengusaha cari alternatif. Tapi itu tidak gampang dan tidak murah. Kita ke India atau negara tetangga kita. Tapi mereka juga ambil dari China," jelas Rosan usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (12/3).

Namun Rosan optimistis laju produksi di dalam negeri tetap berjalan dengan baik. Industri dalam negeri seperti farmasi dan elektronik, ujarnya, masih memiliki sisa bahan baku hingga dua hingga tiga bulan ke depan. Selain itu, otoritas di China telah menyampaikan sinyal positif bahwa sejumlah industri telah memulai produksi kembali.

"Diharapkan mata rantai dan suplai dari barang modal ini segera teratasi. Ada masukan dari atase perdagangan China bahwa ini sudah mulai bergerak. Mereka usulkan supaya industri strategis mulai berjalan kembali," jelas Rosan.

Kadin mencatat, kasus penyebaran Covid-19 ini paling banyak berimbas kepada sektor pariwisata. Dampak paling nyata, ujar Rosan, dirasakan pengusaha sektor perhotelan dan restoran serta penyedia jasa atraksi wisata.

"Kita harus bisa adaptasi dengan kebijakan yang sifatnya relaksasi pada saat perlambatan perekonomian ini," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement