REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih memiliki ruang sangat luas untuk pengembangan farmasi halal. Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah menyampaikan penyebaran wabah corona, Covid-19 bisa jadi momentum untuk mengambil hikmah. Indonesia perlu menyiapkan bahan baku lokal untuk kebutuhan industri farmasi.
"Kita harus anggap ini sebagai momentum, ambil hikmahnya sebagai umat yang berpikir," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (24/2).
Ikhsan menyampaikan, meski hasilnya tidak instan, ia yakin dalam lima tahun ke depan Indonesia bisa jadi salah satu yang terdepan di industri farmasi halal. Mengingat, saat ini Indonesia termasuk negara yang dijadikan rujukan sebagai penghasil vaksin halal terbesar.
Endemik penyakit baru, seperti Covid-19 telah menjadi tantangan dunia. Tidak hanya dari sisi klinis virusnya, tapi juga dari dampak yang ditimbulkan. Covid-19 telah menghambat rantai distribusi berbagai bahan baku termasuk farmasi.
Barang-barang dari China serentak direm dan akan mengganggu pasokan ekspor komoditas. Ikhsan menyampaikan seharusnya ini membuat riset-riset di Indonesia kembali dibuka dan dihidupkan.
"Pemerintah harus dorong agar hasil riset dari para peneliti terkait farmasi itu bisa diimplementasikan," katanya.
Indonesia punya sumber daya yang cukup untuk membuat sendiri bahan baku farmasi. Pemerintah harus mendukung para peneliti dalam riset dan uji klinis hingga bisa menciptakan produk bahan baku.
Ikhsan mengatakan ini jadi ikhtiar Indonesia untuk terlepas dari ketergantungan bahan baku dari negara lain. Ia mencontohkan negara Ghana yang sudah bisa meraup devisa dari penjualan vaksin yellow fever yang diciptakan sendiri.
Ini menjadi bukti bahwa dukungan pemerintah pada riset dan industri bisa membawa pada pendapatan negara. Ikhsan menyampaikan Indonesia punya begitu banyak peneliti, universitas, dan pabrik yang bisa dikerahkan untuk menciptakan itu.