REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum merespons usulan Perum Bulog terkait tambahan impor 200 ribu ton gula. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menjelaskan, setiap izin impor harus melalui rakortas level menteri dan mempertimbangkan rekomendasi industri.
"Jadi kita koordinasi lah, supaya terkendali masalah stok juga nantinya. Kondisinya impor ini kita kendalikan. Berkaitan dengan stok memang proses ini kita sedang berjalan. Untuk gula konsumsi ini sudah kita keluarkan bertahap," jelas Agus usai menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (19/2).
Agus menambahkan, kebijakan importasi gula juga harus mempertimbangkan keseimbangan harga di level petani. Ia mengaku tidak ingin impor gula justru akan merusak harga di tingkat petani dan membuat mereka merugi.
"Tidak serta merta kita main keluarkan. Karena harus ada koordinasi dengan kementerian lain supaya akurasinya tepat sasaran. Jangan sampai merusak petani kita," katanya.
Sementara itu untuk gula rafinasi, izin impor sudah dikeluarkan untuk semester I 2020 ini. Total kuota impor gula rafinasi tahun ini sebesar 3 juta ton.
Sebelumnya, Perum Bulog mengusulkan kepada pemerintah untuk bisa mengimpor gula kristal putih (GKP) demi kebutuhan konsumsi dalam negeri hingga Hari Raya Idul Fitri pada Mei mendatang. Volume importasi yang diajukan sebesar 200 ribu ton.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh mengatakan, usulan tersebut telah disampaikan kepada pemerintah dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin (17/2) lalu.
Tri menegaskan bahwa impor diperlukan untuk memperkuat cadangan gula dalam negeri demi keperluan stabilisasi harga menjelang bulan Puasa. Volume impor 200 ribu ton mengacu pada prakiraan kebutuhan dalam negeri disaat kenaikan permintaan jelang lebaran.