Rabu 19 Feb 2020 08:12 WIB

Corona Ancam Keberlangsungan Rantai Pasok, Saham Apple Jatuh

Pada akhir Januari, Apple memperkirakan pendapatan 63 hingga 67 miliar dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Toko Apple
Foto: EPA
Toko Apple

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Saham raksasa teknologi, Apple Inc turun dua persen pada Selasa (18/2) setelah menyatakan penurunan penjualan pada kuartal ini akibat penyebaran virus corona yang menekan rantai pasok.

Dilansir Reuters, Selasa (18/2), penurunan stok Apple tercatat menghapus hampir 30 miliar dolar AS dari kapitalisasi pasarnya. Nilai tersebut dua persen dari total kapitalisasi pasar perusahaan, 2 triliun dolar AS. Saham diperdagangkan turun di posisi 318,74 dolar AS.

Baca Juga

Tapi, beberapa pialang di Wall Street menilai, penurunan nilai saham Apple hanya berlangsung dalam jangka pendek. Sebab, Apple juga memiliki kinerja yang baik di luar China. Penjualan ponsel 5G yang diprediksi keluar tahun ini pun akan membantu meningkatkan penjualan perusahaan.

"Kami percaya, tiap pelemahan saham Apple akibat penurunan pendapatan kuartal akan tertutupi dengan peluang pembelian di masa berikutnya," tulis seorang analis Piper Sandler dalam sebuah catatan.

Pada akhir Januari, Apple memperkirakan pendapatan 63 miliar dolar AS hingga 67 miliar dolar AS pada kuartal pertama tahun ini. Meski mengalami penurunan saham, Apple belum mengoreksi proyeksi tersebut atau memberikan perkiraan laba baru.

Sementara itu, perusahaan modal ventura Loup Ventures memperkirakan, pendapatan Apple pada kuartal pertama berada di kisaran 58 miliar dolar AS sampai 60 miliar dolar AS. Sebanyak 12 persen di antaranya dikontribusikan dari China dan sekitarnya.

Sejumlah pabrik di China yang memproduksi iPhone milik Apple dan peralatan elektronik lainnya ini sudah mulai beroperasi. Tapi, menurut perusahaan, produksi mereka lebih lambat dibandingkan yang diprediksi. Artinya, lebih sedikit unit iPhone yang akan dijual di pasaran.

Penyebabnya, banyak pekerja yang masih absen. Diketahui, wabah virus corona yang tercatat sudah menginfeksi lebih dari 72 ribu orang ini membuat banyak karyawan belum dapat kembali bekerja karena adanya pembatasan jalan dan karantina.

Berdasarkan seorang sumber yang memahami operasional Apple di China mengatakan, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di China. Seluruh rantai pasokan Apple mengalami keterbatasan sumber daya manusia (SDM).

Salah satu fasilitas produksi utama iPhone di Cina beroperasi pada tingkat utilitas 25 persen, menurut analis Cowen & Co. Tingkat utilisasi diharapkan akan meningkat secara bertahap selama beberapa pekan ke depan hingga mencapai 50 persen pada pertengahan Maret.

"Diikuti oleh peningkatan besar pada akhir Maret sampai kembali ke titik normal," ujarnya

Pialang Canaccord Genuity berekspektasi, Aple dapat menjual 38 juta unit iPhone sepanjang kuartal pertama ini. Jumlah tersebut 8 juta lebih sedikit dibandingkan perkiraan sebelumnya.

Kondisi penurunan saham Apple turut menyeret nilai saham pemasok bahan baku Apple di seluruh dunia. Misalnya saja Taiwan Semiconductor Co Ltd, Qualcomm Inc, Intel Corp, Broadcom Inc, Texas Instruments Inc, Micron Technology Inc, Microchip Technology Inc dan Qorvo Inc. Mereka turun antara satu hingga tiga persen dalam perdagangan premarket.

Sementara itu, saham pembuat chip asal Eropa STMicroelectronics NV dan Dialog Semiconductor turun dalam digit tunggal yang lebih rendah. Pemasok Asia Foxconn Technology Co Ltd pun turun, meski sedikit.

Analis dari Bernstein, Stacy Rasgon, menila bahwa keseengsaraan Apple juga akan dirasakan perusahaan teknologi lain. Sebab, mayoritas perangkat seluler dibuat di China.

"Ini adalah wake up call (alarm untuk menyadarkan diri dengan situasi saat ini). Saya justru heran apabila dampak (corona) hanya terjadi pada Apple," katanya.

Saingan Apple, Huawei, bahkan memiliki 99 persen produksi di China. Ponsel dengan pasar terbesar di dunia itu kemungkinan akan mengalami penurunan penjualan juga pada kuartal pertama akibat virus, menurut para analis.

Kondisi serupa diprediksi terjadi pada rival asal China, Oppo, Xiaomi Corp dan Vivo. Masing-masing memiliki proses produksi 83 persen, 72 persen dan 65 persen di Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement