REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran BBM bersubsidi masih menjadi persoalan yang menahun. Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) bahkan juga memproyeksikan bahwa kuota BBM bersubsidi tahun ini juga akan jebol seperti 2019 lalu.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa menjelaskan pada 2019 kemarin saja penyaluran BBM bersubsidi overkuota hingga 1,6 juta (Kiloliter) KL. Tak menutup kemungkinan pada tahun ini overkuota juga bisa terjadi lagi, mengingat APBN hanya memberikan tambahan kuota sebesar 800 ribu Kl.
"Sedeharna aja logikanya 14,5 juta KL kuota di 2019 kuota di 2020 cuma naik 800 KL, kalau dia 1,6 berapa selisishnya, artinya itu kalau tidak ada itu noozle tidak ada perubahaan Perpres, dengan logika yang sama, ekonominya sama, apalagi kendaraannya pertambah," ujar Pria yang akrab disapa Ifan ini di Komisi VII DPR RI, Rabu (12/2).
Ifan menjelaskan memang permasalahan kebocoran BBM bersubsidi banyak peluang celahnya. Tak hanya persoalan siapa yang menkonsumsi saja, Ifan menengarai kebocoran BBM bersubsi bahkan bisa dilakukan pada saat di Depo.
"Titik serah bukan di pengalur tapi titik serah nya di depo jadi mobil tangki keluar tidak ada urusan dia, jadi udah hitung keluar 16 ton jalan, kalau dia kencing atau dia masukan ke industri sisanya dia mauskin ke SPBU gak ada lagi urusan dia, ini yang kita usulkan titik serangnya adalah bukan di depot tapi di penyalur," ujar Ifan.
Ia pun mendesak bahwa proses digitalisasi nozel perlu dipercepat agar penyaluran BBM bersubsidi ini bisa tepat sasaran. Ia mengatakan apabila aturan digitalisasi nozel ini dikeluarkan dan Pertamina bisa cepat melakukan digitalisasi nozel maka penyaluran bisa lebih terawasi.
"Kalau sudah jalan sebenernya InsyaAllah overkuota bisa teratasi, atau bahkan gak akan ada lagi overkuota," ujar Ifan.