REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, pemerintah perlu mengevaluasi mekanisme impor gula secara keseluruhan, termasuk mengenai kuota dan perizinan. Proses pengurusan izin impor sejauh ini seringkali kurang transparan dan memiliki banyak hambatan.
Hal itu pada akhirnya berdampak pada dunia usaha dan konsumen secara keseluruhan. Peneliti CIPS, Felippa Ann Amanta, menuturkan bahwa salah satu hambatan yang perlu dievaluasi adalah pembatasan pemberian izin impor.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015, impor gula hanya bisa dilakukan oleh importir yang mendapatkan izin untuk raw sugar atau oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk white sugar. Padahal, jelas Felippa, proses pemberian izin impor juga tidak dilakukan secara transparan.
"Pembatasan ini mengakibatkan tidak ada kompetisi yang sehat diantara importir yang mengimpor gula. Tidak adanya kompetisi yang sehat menyebabkan, tidak efektifnya impor gula dan memunculkan celah untuk penyalahgunaan wewenang impor," kata Felippa dalam keterangan resmi, Rabu (12/2).
Felippa menilai, Permendag Nomor 117 Tahun 2015 perlu dievaluasi dan direvisi. Evaluasi dan revisi diperlukan untuk membuka akses impor gula ke importir yang memenuhi persyaratan dan sudah melalui proses yang transparan.
Proses penetapan kuota dan pemberian izin juga harus diperjelas dan dibuat transparan. Felippa mengatakan, mekanisme yang ideal adalah proses impor harus melalui automatic import licensing system dimana siapapun importir yang sudah legal dan secara kapasitas mampu mengimpor akan bisa mengimpor sesuai dengan kebutuhan pasar.
Terkait penetapan kuota impor gula, kuota impor idealnya memang ditetapkan atas rekomendasi Kementerian Perindustrian karena Kementerian Perindustrian sudah mempertimbangkan kebutuhan industri.
Namun, penetapan kuota juga harus mempertimbangkan data yang akurat agar besar kebutuhan impor danp produksi yang tersedia diketahui dengan jelas. Hal tersebut demi mencegah terjadinya penetapan kuota yang lebih kecil dari permintaan dan penetapan kuota yang lebih besar dari permintaan.
Di sisi lain, selagi menata proses impor gula, Kementerian Pertanian juga perlu terus mendorong produksi gula dalam negeri agar petani tebu siap berkompetisi dengan gula impor dan tidak dirugikan dengan pembukaan importasi. "Kalau proses ini sudah mampu menjadikan gula Indonesia kompetitif, maka jumlah impor gula juga akan berkurang dengan sendirinya," katanya.