REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan akan ada penambahan 8.823 Mega Watt (MW) pembangkit pada tahun 2020 ini. Penambahan ini merupakan puncak dari program percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 MW.
"Ini puncaknya, bahwa 2020 adalah puncak penyelesaian dari program 35.000 di mana sejumlah 8.823 MW. Kalau tidak ada aral melintang akan mencapai Commercial Operation Date (COD)," jelas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana, Senin (10/2).
Rida memproyeksikan, total pembangkit yang akan beroperasi sampai akhir tahun 2020 mencapai 15.634 MW atau sekitar 44 persen dari target program 35 ribu MW. Selanjutnya, penambahan kapasitas pembangkit akan dilakukan scara bertahap hingga akhir 2029.
Pada tahun 2021 kapasitas pembangkit kembali bertambah sebesar 5.066 MW, kemudian 4.109 MW di tahun 2022 dan 3.907 MW (2023), 3.592 MW (2024), 1.275 MW (2025), 200 MW (2026), 505 MW (2027), 835 MW (2028) serta 300 MW (2029). "Setelah tahun 2020, tambahan kapasitas pembangkit dari Program 35.000 MW berangsur-angsur turun dan diharapkan semua proyek dapat diselesaikan pada tahun 2029," tambah Rida.
Perubahan target penyelesaian proyek strategis nasional tersebut tak lepas dari sejumlah kendala seperti pembebasan lahan, perizinan, isu sosial hingga pertumbuhan ekonomi makro. "Dulu dirancang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi berkisar 7 persen-8 persen. Pertumbuhan listrik bisa 1,2 kali lipat. Sementara pertumbuhan ekonomi sekarang sekitar 5 persem, kenyataan seperti itu. Malah pertumbuhan listrik cuma 4,5 persen," ungkap Rida.
Tak ayal, Rida menyampaikan progres 35 ribu MW sampai akhir tahun 2019, 96 persen proyek atau sebesar 33.856 MW telah terkontrak, di antara total kapasitas tersebut sebesar 6.811 MW atau sekitar 19 persen pembangkit telah beroperasi. Rida menambahkan bahwa hanya tersisa 1.563 MW atau sekitar 4 persen pembangkit yang belum kontrak atau power purchase agreement (PPA).