REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana memangkas jumlah badan usaha milik negara menjadi 100 perusahaan. Saat ini perusahaan pelat merah berjumlah 142.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pihaknya sedang mengkaji skema yang tepat untuk merampingkan jumlahnya. "Kami sedang proses mengurangi jumlah BUMN dari 140 ke 100 saja. Kita ingin BUMN lebih ramping tapi lebih efektif," ujarnya saat acara 'Mandiri Investment Forum 2020' di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (5/2).
Menurutnya saat ini kajian pengurangan jumlah tersebut masih belum final. Namun Tiko menyebut banyak BUMN yang memiliki kinerja kurang baik alias kategori BUMN dead wood.
"Nah yang tidak meng-create value dan tidak ada fungsi sosial yang besar kita mau gabungkan atau kita mau likuidasi," ucapnya.
Tiko menjelaskan beberapa BUMN tak memiliki kinerja baik seperti produsen gelas industri yakni PT Iglas (Persero). Lalu PT Pabrik Kertas Leces (Persero) yang sudah diputus pailit tahun lalu.
"Kita ke depan ingin lebih cepat lah untuk merespons. Kita kan punya PPA (Perusahaan Pengelola Asset) bisa di-managedi PPA juga. Tapi intinya dengan makin dikit jumlahnya harapannya kita makin bisa fokus supaya kita ga terlalu banyak yang mesti kita manage," ucapnya.
Ke depan, pihaknya akan terus meninjau portofolio BUMN dan akan dilihat mana perusahaan yang masih bisa memberikan manfaat. Jika tidak bisa memberi manfaat maka akan digabung atau dibubarkan.
Kemudian pihaknya juga masih menunggu pengalihan kewenangan untuk melakukan merger maupun likuidasi perusahaan pelat merah. Saat ini kewenangan tersebut masih berada Kementerian Keuangan.
"Ini kita masih tunggu kewenangan juga karena kewenangannya sekarang masih di Kementerian Keuangan," ucapnya.