Selasa 28 Jan 2020 17:00 WIB

Pemerintah Siapkan Uji Coba Korporasi Petani

Korporasi petani disiapkan berbasis koperasi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi  petani membawa bawang merah di Brebes, Jawa Tengah
Ilustrasi petani membawa bawang merah di Brebes, Jawa Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendorong pembentukan korporasi petani berbasis koperasi untuk meningkatkan nilai jual hasil pertanian. Upaya korporatisasi itu dinilai dapat menjembatani usaha pertanian yang saat ini dinilai kurang menguntungkan dan efisien.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki mengatakan, pihaknya menggandeng Kementerian Pertanian untuk melakukan uji coba di Kabupaten Demak, Jawa Timur. Teten mengatakan, pihaknya akan mengembangkan model bisnis koperasi khusus komoditas beras.

Baca Juga

Adapun beras akan diproduksi dari lahan seluas 1.000 hektare hasil dari konsolidasi kepemilikan perseroangan para petani di Demak. Koperasi petani akan dilengkapi dengan fasilitas rice milling unit (RMU) atau penggilingan beras kapasitas 50 ton per hari.

"Model ini akan kita coba terapkan. Kita mengkorporatisasikan petani dengan mengkonsolidasikan lahan sempit untuk skala bisnis," kata Teten dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (27/1).

Adanya satu korporasi petani yang kuat di satu daerah juga diyakini akan memperkuat rantai pasok komoditas. Teten mencontohkan, distribusi komoditas beras saat ini juga kurang efisien peta rantai pasok yang tidak beraturan. Hal itu tanpa disadari menimbulkan biaya logistik yang seharusnya bisa ditiadakan.

Teten pun menjelaskan, salah satu penyebab usaha pertanian di Indonesia kurang berkembang akibat 90 persen usaha dijalankan oleh perorangan dengan lahan yang sempit. Hal itu menjadi pemicu sistem pertanian di Indonesia yang tidak produktif dan tidak efisien.

Di sisi lain, program-program pemerintah di bidang pertanian selama ini tidak terintegrasi secara baik. Semisal, subsidi pupuk, subsidi benih, hingga bantuan alat dan mesin pertanian. Bantuan diberikan secara maksimal oleh negara dengan anggaran besar, namun model bisnis dan kelembagaan petani untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen kurang diperhatikan.

"Kita akan masuk ke berbagai sektor, pertanian, perikanan. Tapi kita tidak mengurusi sektornya, yang kami urus adalah bisnis modelnya. Petani harus sejahtera, karena itu jangan hanya produksi," ujarnya.

Ia mengaku, berdasarkan instruksi dari Presiden Joko Widodo, pembangunan pertanian ke depan yang notabene terdiri dari skala usaha mikro, kecil, dan menengah harus lebih ekonomis dan berdampak nyata bagi kesejahteraan petani. Menurutnya, jika uji coba korporatisasi petani berbasis koperasi besar di Demak berhasil, maka bisnis model yang sama akan diperluas untuk komoditas lain.

Sementara itu, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menuturkan perlunya komitmen bersama lintas sektoral untuk memajukan sektor pertanian ke depan. Syahrul mengatakan, pertanian yang maju seharusnya ditandai dengan meningkatkan kemandirian petani dan penggunaan teknologi dalam manajemen penanaman hingga pasca panen.

Adapun salah satu luaran yang difokuskan Kementan dalam lima tahun ke depan adalah peningkatan ekspor komoditas maupun produk hasil pertanian. Hal itu, perlu didukung dengan peningkatan produktivitas maupun produksi setiap komoditas potensial di dalam negeri, terutama beras.

Syahrul menambahkan, pemerintah saat ini telah menyediakan fasilitas pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bisa digunakan bagi para petani dengan plafon RP 50 juta. Asalkan, petani tersebut terdaftar dalam Gabungan Kelompok Tani. "Kita berharap ada kesamaan gerakan dari seluruh kementerian terkait agar akselerasi bisa dilakukan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement