Selasa 21 Jan 2020 12:14 WIB

Ekonomi ASEAN-5 Membaik Tahun Ini, Bagaimana Indonesia?

Pelemahan ekspor Indonesia dan Thailand melemah, membebani permintaan domestik

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pertumbuhan Ekonomi Indoensia. Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi Indoensia. Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (24/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) memproyeksikan ekonomi kawasan ASEAN-5 dapat tumbuh 4,8 persen pada 2020, membaik dibandingkan outlook 2019, 4,7 persen. Prediksi ini disampaikan IMF melalui laporan World Economic Outlook (WEO) yang dirilis Senin (20/1) waktu setempat.

Meski naik dibandingkan 2019, sebenarnya proyeksi IMF terhadap ekonomi tahun ini sudah direvisi ke bawah. Semula, dalam WEO yang dirilis pada Oktober 2019, IMF memprediksi ekonomi kawasan ASEAN-5 bisa tumbuh 4,9 persen sepanjang 2020.

Penurunan prediksi tersebut dikarenakan perlambatan struktural yang masih berlangsung di Cina. Selain itu, beberapa ekonomi negara berkembang tertekan dan berkinerja buruk.

Revisi ke bawah juga diberikan IMF terhadap Indonesia dan Thailand. "Pelemahan dalam ekspor melemah, juga membebani permintaan domestik," seperti dikutip dalam WEO tanpa menyebutkan angka pertumbuhan per negara secara detail.

Ekonomi Cina sendiri diperkirakan melambat dari 6,1 persen pada 2019 menjadi 6,0 persen pada 2020 dan 5,8 persen pada 2021. Tapi, dibandingkan WEO Oktober, nilai tersebut membaik 0,2 persen akibat ada jeda kenaikan tarif tambahan sebagai bagian dari kesepakatan dagang Tahap Satu dengan Amerika Serikat (AS).

Secara umum, pasar negara berkembang dan kelompok ekonomi berkembang mampu tumbuh 4,4 persen pada 2020 dan 4,6 persen pada 2021. Nilai tersebut masing-masing turun 0,2 poin persentase lebih rendah dibandingkan WEO Oktober, namun jauh membaik dibandingkan outlook 2019 3,7 persen.

Sementara itu, pertumbuhan di negara berkembang Asia diperkirakan sedikit naik dari 5,6 persen pada 2019 menjadi 5,8 persen pada 2020 dan 5,9 persen pada 2021. Proyeksi ini 0,2 dan 0,3 poin persentase lebih rendah untuk 2019 dan 2020 dibandingkan WEO Oktober.

Penurunan tersebut terutama dikarenakan revisi ke bawah terhadap proyeksi ekonomi Indonesia. Di sana, permintaan domestik telah melambat lebih tajam dibandingkan yang diharapkan di tengah tekanan sektor keuangan nonperbankan dan penurunan pertumbuhan kredit.

Diketahui, pertumbuhan ekonomi India diprediksi 4,8 persen pada 2019 dan naik pada 2020 dan 6,5 persen pada 2021. Nilai itu lebih rendah masing-masing 1,2 poin dan 0,9 poin persentase, karena harga minyak yang masih lemah.

IMF memperingkatkan, masih ada beberapa downside risk yang harus diperhatikan. Di antaranya, peningkatan ketegangan geopolitik, terutama antara AS dengan Iran, kerusuhan sosial yang intensif di beberapa negara dan memburuknya hubungan AS dengan mitra dagang. Risiko ini dapat menyebabkan sentimen memuruk dengan cepat, menyebabkan pertumbuhan global berpotensi semakin turun.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, IMF menganjurkan agar negara berkembang terus melakukan penyesuaikan kebijakan. Khususnya guna membangun kepercayaan diri dari sisi domestik. Misal, dengan memastikan jaring pengaman memadai untuk melindungi kelompok yang rentan dalam rangka mempertahankan konsumsi rumah tangga.

Memastikan ketahanan finansial melalui pemeliharaan modal dan menjaga likuiditas harus menjadi prioritas utama pemerintah. Khsuusnya dengan tren penurunan tingkat suku bunga dari negara maju yang menyebabkan banyak aliran modal mencari tempat baru.

Berbicara lebih umum, IMF memangkas kembali proyeksi pertumbuhan global pada 2020. Semula, pada Oktober, IMF memprediksi ekonomi dunia tahun ini dapat tumbuh 3,4 persen. Melalui WEO Januari, angka tersebut dikoreksi menjadi 3,3 persen. Perlambatan lebih tajam dari yang diperkirakan di negara berkembang menjadi faktor penyebab utama revisi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement