Senin 20 Jan 2020 01:00 WIB

Omnibus Law Dinilai Buka Kesempatan Penyalahgunaan Perizinan

Pengusaha dinilai bisa sesuka hati pindah usaha tanpa perlu mengurus izin.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nur Aini
DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta melakukan serangkaian program komunikasi masyarakat terkait sosialisasi kebijakan dan peraturan perizinan dan non perizinan yang wajib ditaati oleh para pelaku usaha di bidang perhotelan dan pariwisata.
Foto: dok. DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta
DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta melakukan serangkaian program komunikasi masyarakat terkait sosialisasi kebijakan dan peraturan perizinan dan non perizinan yang wajib ditaati oleh para pelaku usaha di bidang perhotelan dan pariwisata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, penerapan standar dan berbasis risiko (Risk Based Approach/ RBA) dalam konsepsi kegiatan usaha perlu diimplementasikan secara hati-hati. Jika tidak, konsep itu justru berpotensi meningkatkan penyalahgunaan perizinan.

Dalam penyusunan dasar RBA, Yusuf mengatakan, pemerintah harus melihat dan membuatnya secara detail serta komprehensif. Hal itu termasuk saat menentukan indikator kegiatan usaha yang masuk ke risiko rendah, sedang, maupun tinggi. "Sebab, pasti perlakuan kebijakannya nanti akan berbeda," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (19/1).

Baca Juga

Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, pemerintah berencana mengubah konsepsi kegiatan usaha dari semula berbasis izin (license approach) menjadi RBA. Artinya, tidak semua jenis usaha membutuhkan perizinan untuk memulai dan mengembangkan usahanya.

Yusuf menambahkan, pemerintah juga harus memperhatikan dinamika kegiatan usaha. Tidak menutup kemungkinan suatu usaha yang tadinya masuk ke risiko rendah pindah status ke menengah atau bahkan risiko tinggi akibat dinamika ekonomi. "Hal ini kemudian relevan dengan Indonesia yang perekonomiannya erat dengan sektor komoditas yang risikonya bisa berubah-ubah," katanya.

Di sisi lain, Yusuf mengakui, kebijakan itu menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim ketenagakerjaan yang patut diapresiasi. Dampak positifnya, alur perizinan akan menjadi lebih sederhana.

Agar risiko negatif dapat ditekan, Yusuf mengatakan, pengawasan menjadi poin prioritas pemerintah. Dengan aturan itu, usaha dapat sangat mudah tanpa peduli kualitas usahanya. “Jika tidak diawasi secara ketat, bisa saja kebijakan ini disalahgunakan,” ujarnya.

Contoh penyalahgunaan kebijakan itu adalah pengusaha akan sesuka hati berpindah ke lini usaha yang memiliki risiko rendah. Yusuf menjelaskan, apabila usaha pertama gagal, mereka tinggal pergi mencari lini bisnis lain yang sama-sama berisiko rendah.

Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum dan Keamanan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan, perubahan konsepsi itu bertujuan memudahkan perizinan usaha. Elen menjelaskan, hanya kegiatan usaha berisiko tinggi yang wajib memiliki izin. Kegiatan usaha itu merupakan yang berdampak terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam (SDA). "Selama ini kan tidak ada pembeda, semua harus izin," ucapnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (17/1).

Sementara itu, kegiatan usaha risiko menengah menggunakan standar yang dilakukan oleh profesi bersertifikat bersama pemerintah. Terakhir, kegiatan usaha risiko rendah seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) cukup mendaftarkan diri lewat Online Single Submission (OSS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement