Kamis 16 Jan 2020 07:56 WIB

Ada Ancaman Kedaulatan di Proyek IKN, Ini Kata Ekonom

Pemerintah mengundang investor asing untuk ikut menggarap proyek IKN

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat presentasi desain ibu kota negara baru di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat presentasi desain ibu kota negara baru di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (20/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai, rencana investasi Uni Emirat Arab (UEA) terhadap pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) memang berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia. Hanya saja, potensi ini dapat ditekan dengan mengatur proporsi keterlibatan UEA dalam proyek.

Fithra menilai, ketertarikan UEA untuk berinvestasi di IKN patut disambut dengan baik. Sebab, tidak banyak pihak yang dapat terlibat di dalam proyek ini mengingat besarnya kebutuhan anggaran.

Baca Juga

"Yang bisa masuk ya dari Cina atau negara Timur Tengah yang memang kemampuan finansialnya cukup besar," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (15/1) malam.

Kecilnya potensi swasta dinilai Fithra merupakan hal wajar. Dengan kebutuhan dana besar dan risiko cukup besar, keuntungan yang mereka dapatkan pun tidak akan sebanding. Pasalnya, proyek IKN lebih banyak terkait dengan pembangunan gedung pemerintahan yang memiliki potensi return kecil dan lambat.

Fithra menyebutkan, risiko munculnya isu ancaman kedaulatan akibat keterlibatan investor asing seperti Cina dan UEA dalam IKN ini tidak dapat ditampik. Sebab, proyek IKN tidak sekadar berbicara investasi, melainkan isu kedaulatan nasional yang berkaitan dengan keamanan negara.

"Kalau dibangun asing, mereka bisa menaruh beberapa hal yang dapat mengambil informais intelligence," ujarnya.

Tapi, Fithra menekankan, risiko itu sebenarnya dapat ditekan sedari awal. Salah satunya dengan tidak membiarkan investor asing bertindak sebagai kontraktor bangunan.

Membiarkan pemerintah dan sumber daya Indonesia untuk terlibat langsung dalam proses konstruksi bangunan adalah pilihan yang harus diambil.

Tidak kalah penting, Fithra mengatakan, pemerintah harus memperhatikan intangible benefit lain apabila memang ingin melibatkan investor asing. Jangan sampai, mereka justru lebih dominan dalam konteks proyek IKN dibandingkan pemeirntah Indonesia.

Apabila dihadapkan dengan pilihan China atau UEA, Fithra menilai opsi kedua akan jauh lebih relevan. Ia berkaca dari proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang didominasi tenaga kerja China.

"Kalau itu (China) saya rasa tidak akan diprioritaskan (jadi investor IKN), apalagi UEA tidak punya masalah dari sisi ketenagakerjaan di sana," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidag Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, UEA ingin berpartisipasi dalam pembangunan IKN. Dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (14/1), melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana abadi.

Rencana struktur dan finalisasi dana abadi dari UEA akan dilakukan pada akhir bulan di Tokyo, Jepang. Luhut berharap, setelah finalisasi, SWF dapat dimulai pada pertengahan tahun ini dan digunakan untuk pembangunan ibu kota baru.

Luhut mengatakan, pemerintah akan melibatkan ahli hukum mengingat rencana pembuatan undang-undang yang mengatur tentang dana abadi tersebut. Pemerintah juga akan melibatkan badan kredibel atau auditor internasional independen untuk melakukan audit terhadap penggunaan dana abadi guna menjaga kepercayaan pemilik dana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement