Kamis 16 Jan 2020 02:26 WIB

Defisit Turun, Pengamat: Kinerja Neraca Dagang Belum Membaik

Kinerja ekspor sepanjang 2019 hanya tumbuh 1,28 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas di Dermaga C Pelabuhan PT. Pelindo I Dumai di Dumai, Riau, Sabtu (11/1).
Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Aktivitas di Dermaga C Pelabuhan PT. Pelindo I Dumai di Dumai, Riau, Sabtu (11/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kondisi neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2019. Secara kumulatif Januari-Desember 2019, defisit neraca dagang mencapai 3,2 miliar dolar AS. Defisit kali ini, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8,7 miliar dolar AS. 

Kendati turun tajam, ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai kinerja neraca dagang tersebut belum cukup membaik. "Belum bisa dikatakan kinerjanya membaik sebab kinerja ekspor hanya tumbuh 1,28 persen," kata Bhima.

Baca Juga

Di sisi lain, lanjut Bhima, sumbangan perbaikan lebih karena merosotnya impor di angka 5,62 persen. Jika dirinci lagi, impor yang turun adalah impor bahan baku sebesar 11 persen, disusul penurunan impor barang modal sebesar 2,16 persen.

Menurut Bhima, penurunan dua jenis impor tersebut justru menggambarkan bahwa industri manufaktur sedang tertekan. Pasalnya kedua jenis impor tersebut biasanya digunakan untuk proses produksi manufaktur. 

Bhima melihat, kondisi neraca dagang Indonesia sepanjang 2019 masih mendapat pengaruh dari sisi eksternal seperti perang dagang, instabilitas geopolitik, Brexit hingga rendahnya harga komoditas unggulan. Sementara dari dalam negeri, neraca dagang masih tertekan pelemahan konsumsi rumah tangga. 

Faktor lainnya juga yang cukup berpengaruh adalah industri manufaktur yang mulai mengurangi kapasitas produksinya. Terakhir, Bhima melihat, kebijakan mendorong ekspor belum efektif khususnya pada paket kebijakan ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement