Senin 13 Jan 2020 10:21 WIB

Penerbitan Sukuk Global Diproyeksi Capai 160 Miliar Dolar AS

Pada 2019, penerbitan sukuk global meningkat menjadi 162 miliar dolar AS.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Penjualan sukuk (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penjualan sukuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Penerbitan sukuk global pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat, melanjutkan tren yang terjadi sejak beberapa tahun lalu. Lembaga Pemeringkat global Standard & Poor (S&P) mengantisipasi total penerbitan sukuk sebesar 160 miliar dolar AS-170 miliar dolar AS pada tahun 2020.

Ini termasuk sekitar 40 miliar dolar AS-45 miliar dolar AS dari penerbitan mata uang asing. Direktur Senior dan Kepala Keuangan Islam Global di S&P, Mohamed Damak menyampaikam pertumbuhan sukuk cukup kuat pada 2019.

Ini didukung oleh permintaan berkelanjutan dari negara-negara Teluk dan pasar utama keuangan syariah. Menurutnya, kondisi keuangan global akan tetap sangat akomodatif tahun depan.

Ia sudah mengenyampingkan kemungkinan pelonggaran dari Federal Reserve AS dan pemotongan suku bunga deposito marjinal oleh Bank Sentral Eropa pada tahun 2020. Selain itu, lebih dari 10 triliun dolar AS utang masih memiliki suku bunga negatif.

"Kami berpikir bahwa perusahaan dengan portofolio kredit yang bagus akan bisa memanfaatkan pasar dengan relatif mudah," kata dia dilansir di Gulfnews, Ahad (12/1).

Sehingga sukuk dengan imbal hasil menarik masih berpotensi menjadi incaran investor. Proyeksi total penerbitan sukuk pada 2020 tersebut menunjukkan peningakatn lima persen dari tahun 2019.

Pada 2019, penerbitan sukuk global meningkat menjadi 162 miliar dolar AS dari 129 miliar dolar AS pada tahun 2018. Penerbitan sukuk mayoritas berasal dari Malaysia, Arab Saudi, Indonesia, Turki, dan Qatar yang mendukung aktivitas pasar.

Selain negara teluk, Malaysia dan Indonesia menjadi emiten terkemuka yang termasuk dalam International Islamic Liquidity Management Corporation. Selain itu ada emiten sektor swasta dan terkait pemerintah.

Adopsi teknologi data baru seperti blockchain diharapkan dapat memudahkan dokumentasi dan meningkatkan volume penerbitan dan permintaan sukuk. Meningkatnya permintaan sukuk hijau juga cenderung membantu meningkatkan volume penerbitan.

Namun, ada risiko yang meningkat di wilayah Teluk setelah perkembangan terakhir antara Iran dan AS. Meskipun konfrontasi militer langsung sepenuhnya tidak terjadi, namun S&P menilainya bisa berdampak pada sentimen pasar.

"Kami menganggap bahwa potensi intensifikasi konflik proxy akan semakin merusak kepercayaan dan investasi di kawasan ini," kata Damak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement