Senin 13 Jan 2020 02:23 WIB

Apindo tak Mau Dana CSR untuk Subsidi Sertifikasi Halal

Menurut Apindo, tidak ada negara yang mewajibkan sertifikasi halal.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta. ilustrasi (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta. ilustrasi (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, subsidi silang untuk gratiskan sertifikasi halal pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) tidak mungkin dilakukan. Sebab, Jaminan Produk Halal (JPH) merupakan program pemerintah.

"Memangnya swasta itu negara? Ini kan kewajiban negara, jadi nggak mungkin ada subsidi silang," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani saat dihubungi Republika.co.id pada Ahad, (12/1).

Baca Juga

Pembiayaan sertifikasi halal UMK lewat dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan besar, kata Hariyadi, juga tidak bisa dilakukan. "Tidak mungkin dan kita juga tidak mau," ujarnya.

Menurut dia, sejak awal Undang-Undang (UU) JPH memang aneh. Maka saat di Panitia Kerja (Panja), kata dia, Apindo telah mengingatkan konsekuensi pengesahan UU tersebut.

"Pertama, dalam Islam dalam Alquran, sudah dijelaskan kalau semua di alam semesta halal kecuali yang diharamkan. Jadi yang seharusnya dilakukan adalah balik seperti dulu, yakni sertifikasi halal bersifat voluntary atau sukarela," jelas Hariyadi.

Dengan begitu, ketika pelaku usaha menyatakan produknya halal, perlu dibuktikan dengan sertifikat halal. Sebaliknya, bila pengusaha tidak merasa perlu sertifikat halal, dia tidak berkewajiban mengajukannya.

"Ketika UU JPH disahkan dan sertifikat halal diwajibkan, pada akhirnya secara teknis bermasalah. Sebab prosesnya panjang sementara auditor terbatas. Belum lagi dananya bagaimana? Kita sudah sampaikan isu ini sejak awal. Antrean (sertifikasi halal) akan panjang sekali lalu UKM siapa yang biayai? Siapa yang mau nanggung?" ujar dia.

Kini, kata dia, muncul rencana gratiskan sertifikasi halal bagi UMK, tentu biayanya perlu dipikirkan. "Memang nggak pakai ongkos? Auditor kan orang kerja. Ini semua sudah kita prediksi dari jauh hari, belum lagi akan terjadi upaya diskriminasi dan kriminalisasi, semua sudah kita bilangin," ujar Hariyadi.

Bagi dia, sejauh ini tidak ada negara lain yang menjadikan sertifikasi halal sebagai kewajiban. Di semua negara, sifatnya pun sukarela.

"Kalau kita bicara memberikan sertifikasi halal ke 40 juta UMKM, kapan kelarnya? Teman-teman di Kemenko Perekonomian dan Kemenperin kabarnya sudah hitung, pemberian sertifikasi halal ke 40 juta UMKM akan selesai dalam 1.300 tahun," tuturnya.

Dirinya pun tidak heran bila sampai sekarang, kewajiban sertifikasi halal belum berjalan. "Ya karena memang repot," kata Hariyadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement