REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menerapkan skala prioritas dalam mengelola 142 BUMN. Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan, dari total profit BUMN yang mencapai Rp 210 triliun, kontribusi terbesar datang hanya dari 15 BUMN atau sekira 73 persen dari total profit BUMN.
Sementara kontribusi 27 persen disumbangkan 127 BUMN yang lain. "Berarti yang 15 BUMN ini yang harus benar-benar dijaga, bukan berarti yang lain tidak dijaga, ya dijaga, tapi kita hidup perlu skala prioritas," ujar Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (10/1).
Kendati begitu, Erick ingin 15 BUMN prirotas dan 127 BUMN lain tidak sering melakukan pergantian direksi atau komisaris. Erick menilai pergantian direksi atau komisaris sebuah BUMN yang terlampau sering akan berdampak negatif bagi kinerja perusahaan.
"Saya juga ingin mau yang 15 BUMN atau yang 127 BUMN, direksi dan komisaris jangan gonta-ganti nantinya. Mana ada kestabilan kalau kepemimpinannya gonta-ganti tiap tahun," lanjut Erick.
Oleh karenanya, Erick meminta para direksi dan komisaris BUMN bekerja secara maksimal mengejar target Key Perfomance Indicators (KPI) atau indikator kinerja utama yang telah ditetapkan. Meskipun tak ingin sering terjadi pergantian direksi atau komisaris BUMN, Erick mengaku tak segan mencopot direksi atau komisaris yang tidak mencapai KPI yang telah ditetapkan.
Selain gagal mencapai target KPI, Erick juga mengungkapkan faktor lain yang bisa membuat petinggi perusahaan pelat merah dicopot yakni menyalahi aturan good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.
"Yang sering terjadi saat ini di BUMN ialah misal window dressing laporan keuangan. Kalau Itu masuk tindakan yang bisa kriminal," katanya.
Terlebih, lanjut Erick, apabila adanya upaya memanipulasi laporan keuangan perusahaan menjadi untung padahal tidak ada dana dan hanya cukup untuk membayar gaji dan bonus, namun justru menerbitkan utang baru.
Erick mengambil contoh upaya manipulasi laporan keuangan melalui mekanisme tidak menggunakan bank melainkan surat utang yang lebih mudah, lalu dibuat proyek dan disuntik perusahaan tak layak.
"Ini contoh, misalnya, tapi hal itu bisa aja (jadi sebab utama) mereka kita ganti," ucap Erick.
Sejak awal menjabat, Erick mengaku sedang melihat ulang struktur direksi dan komisaris yang ada di seluruh BUMN. Menurut Erick, hal tersebut merupakan hal yang lumrah.
Erick juga menerapkan pertemuan berkala antara Kementerian BUMN dengan BUMN yang diwakili direksi dan komisaris secara bersamaan.
Erick menilai rapat dengan menghadirkan direksi dan komisaris secara bersamaan bertujuan untuk memberikan masukan kepada Kementerian BUMN dalam dua sisi. Kebijakan ini juga menghindarkan aksi saling menyalahkan antara direksi dan komisaris di hadapan Kementerian BUMN yang menimbulkan ketidakkompakan di sisi internal perusahaan.
"Boleh dong kita review komisaris dan direksi, ada penyegaran itu sah-sah saja, lumrah tak perlu diributkan. Ada meeting setiap bulan komut dan dirut, komut ketua kelas dirut bertanggung jawab untuk jajaran direksi, jadi tak ada cari-cari muka akhirnya di dalam tusuk-tusukan, mana bisa kompak," papar Erick menambahkan.