Selasa 07 Jan 2020 19:02 WIB

Hadapi Eropa, Kemendag Didampingi Pengacara Internasional

Kemendag tetap melibatkan tim kuasa hukum dari dalam negeri.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Komoditas kelapa sawit Indonesia ditolak Uni Eropa
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Komoditas kelapa sawit Indonesia ditolak Uni Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan kesiapannya dalam menghadapi Uni Eropa (UE). Sebelumnya, pemerintah telah menggugat UE ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation yang dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia. 

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati menyatakan, sejak awal, pemerintah sudah didampingi oleh tim pengacara. “Tim pengacara kami sengaja pilih internasional yang basisnya di Uni Eropa, yaitu di Ibu Kota Uni Eropa, Brussels,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, (7/1).

Baca Juga

Ia melanjutkan, Kemendag melakukan tender secara internasional. Hal itu membuat respons dugaan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk sawit Indonesia terlihat lama.

“Sejak awal Presiden Joko Widodo nyatakan ketidakpuasannya terhadap perlakuan Uni Eropa untuk Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation. Jadi kita sudah bergerak, proses ini bukan baru-baru saja, sudah setahun lebih," jelas Pradnya. 

Meski begitu, kata dia, kementerian tetap melibatkan tim kuasa hukum dari dalam negeri untuk mengawal masalah ini. "Jadi kita lakukan bidding secara transparan juga di dalam negeri, itu butuh waktu. Sekarang kita sudah siap gugat UE karena persiapan kita sudah lebih dari cukup," tegas dia. 

Perlu diketahui, melalui kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui mulai 2020 hingga 2030. Selanjutnya, DR yang merupakan aturan pelaksana RED II memasukkan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. 

Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE. Termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

Hal itu membuat pemerintah Indonesia keberatan dengan dihapuskannya penggunaan biofuel dari minyak kelapa sawit oleh UE. Hal ini dianggap pula sebagai tindakan diskriminatif dan berdampak negatif pada ekspor minyak kelapa sawit atau biofuel Indonesia ke UE dan akan memberikan citra buruk terhadap produk kelapa sawit di perdagangan global. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement