REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Central Asia (BCA) Syariah optimistis masih dapat mempertahankan rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming loan di bawah satu persen pada 2020. Saat ini perusahaan berupaya menyalurkan kredit secara selektif guna mempertahankan kualitas kredit.
Direktur Bank BCA Syariah Rickyadi Widjaja mengatakan perusahaan melakukan restrukturisasi yang cukup tinggi pada 2019. Adapun total restrukturisasi yang pada kuartal ketiga 2019 mencapai Rp 388 miliar atau naik 57,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Tahun ini kualitas kredit juga masih akan menjadi fokus utama kami. Ekspansi kredit akan dilakukan secara terukur,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/1).
Menurutnya restrukturisasi sudah turun cukup signifikan pada akhir 2019 lantaran beberapa nasabah pembiayaan yang meluniasi fasilitasnya. Sebab, perusahaan memiliki kemampuan untuk menggarap debitur korporasi dengan suku bunga pembiayaan yang bersaing.
“Kami mendapat suntikan modal dari PT Bank Central Asia Tbk sebesar Rp 1 triliun,” ucapnya.
Ke depan Ricky menyampaikan kondisi pembiayaan syariah pada 2020 masih cukup menantang. Perlambatan ekonomi global masih akan berpengaruh pada pelaku industri riil yang menjadi garapan bagi perbankan syariah.
“Kami berharap pemerintah lebih pro dengan kondisi pelaku industri dan membuat peraturan yang tidak berndampak besar pada pelaku usaha,” ucapnya.
Pada ketiga 2019, PT Bank BCA Syariah mencatat pembiayaan tumbuh 5,9 persen yoy menjadi Rp 5,05 triliun. Segmen komersial masih menjadi penopang kredit perseroan. Pembiayaan segmen komersial tumbuh 4,6 persen yoy menjadi Rp 3,96 triliun.
Pembiayaan BCA Syariah ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah masih tumbuh positif, porsi UMKM BCA Syariah sekitar 21 persen dari total portofolio pembiayaan perseroan per September 2019. Dari sisi kualitas aset, NPF bruto perseroan berhasil dijaga level 0,68 persen per September 2019, turun 5 bps dari periode sama tahun lalu.