Senin 06 Jan 2020 15:24 WIB

Harga Gas Industri Turun, Menperin: Penerimaan Negara Naik

Kenaikan penerimaan negara berasal dari berbagai pajak dari industri turunan

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan hasil kajian Kementerian Perindustrian dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyimpulkan bahwa penurunan harga gas di sektor industri akan berdampak pada kenaikanpenerimaan negara.

“Semakin kecil harga gas, semakin besar benefit yang diterima oleh negara. Hal ini bisa dilihat dari simulasi dampak fiskal penurunan harga gas bumi yang telah kami buat bersama LPEM UI,” kata Menperin di Jakarta, Senin (6/1).

Baca Juga

Agus memaparkan berdasarkan simulasi jika harga gas bumi empat dolar AS per juta British thermal units (MMBTU), maka bagian pemerintah akan turun sebesar Rp 53,86 triliun. Namun, di sisi lain akan meningkatkan penerimaan negara berbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp 85,84 triliun.

Kemudian, simulasi untuk harga gas lima dolar AS per MMBTU, maka akan menurunkan bagi hasil pemerintah Rp 44,88 triliun. Namun akan meningkatkan penerimaan berbagai pajak dari industri turunannya Rp 71,53 triliun.

Sedangkan, untuk harga gas enam dolar AS per MMBTU, maka menurunkan penerimaan pemerintah Rp 35,91 triliun, namun akan meningkatkan penerimaan negaraberbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp 57,23 triliun.

Dengan demikian, lanjut Agus, simulasi menunjukkan bahwa bagian dari pemerintah akan turun apabila harga gas bumi diturunkan dari harga saat ini sebesar rata-rata 9,5 dolar AS per MMBTU.

Namun, pemerintah akan mendapatkan benefit melalui penambahan PPN, PPh badan, PPh orang, dan bea masuk, yang jauh lebih besar. Selain itu, penurunan harga gas juga akan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri.

Kemenperin juga menyimulasikan penurunan harga gas terhadap daya saing industri yang dihitung sebagai selisih antara harga produk impor terhadap harga produk pada kisaran harga gas tertentu.

“Misalnya pada industri kaca. Dengan harga gas tujuh dolar AS per MMBTU, maka produk kaca nasional dijual seharga 241 ataulebih tinggi dibandingkan produk kaca impor yakni sebesar 235,” papar Menperin.

Sedangkan, dengan harga gas lima dolar AS per MMBTU, maka industri kaca nasional mampu menjual produk dengan harga 227, yanglebih rendah dari harga kaca impor sebesar 235.

“Dari sini terlihat bahwa daya saing positif menandakan harga produk lokal lebih murah daripada harga produk impor apabila harga gasnya diturunkan,” ujar Menperin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement