Senin 23 Dec 2019 06:46 WIB

Penurunan Batas Bebas Bea Masuk E-Commerce Rugikan Konsumen

Kemenkeu bebaskan bea masuk barang impor tak melebihi 75 dolar AS per orang per hari

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, rencana menurunkan batas nilai barang impor via niaga daring (e-commerce) yang bebas bea masuk akan merugikan konsumen. Sebab, masyarakat akan kesulitan mendapatkan sejumlah barang konsumsi yang selama ini belum banyak diproduksi di dalam negeri.

Alih-alih menurunkan batasan nilai tersebut, Yusuf menganjurkan agar pemerintah memberlakukan wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen kepada semua jenis transaksi barang e-commerce impor. "Ini saya rasa lebih tepat untuk melindungi industri lokal sembari meningkatkan penerimaan negara dan memberikan pilihan pada konsumen," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (22/12).

Baca Juga

Dengan menerapkan PPN, Yusuf mengatakan, produk lokal memilik kesempatan untuk meningkatkan daya saing di mata masyarakat. Sebab, apabila dibandingkan beberapa produk e-commerce, konsumen akan mendapati hasil yang relatif terjangkau untuk produk impor dengan kualitas yang sama. Oleh karena itu, tidak heran barang e-commerce impor membanjiri di Indonesia.

Nantinya, Yusuf mengatakan, penerimaan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing industri lokal. Misalnya, melalui pemberian subsidi listrik kepada para pelaku usaha. 

"Selama ini, industri masih sering merasa terbebani dengan tarif listrik yang kurang terjangkau"  tuturnya.

Selain itu, Yusuf menambahkan, pemerintah juga harus segera menerapkan sistem real time bea impor yang terintegrasi ke sistem e-commerce untuk pembayaran. Upaya ini memudahkan pemerintah dalam tracking data perdagangan niaga secara riil di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, pemerintah membebaskan (de minimis value) bea masuk atas barang impor dengan nilai tidak melebihi 75 dolar AS per orang per hari. Atau, setara dengan Rp 1,05 juta (kurs Rp14 ribu per dolar AS). Artinya, masyarakat yang berbelanja di bawah nominal itu mendapatkan fasilitas bebas bea masuk.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) kini melakukan kajian mengenai kemungkinan perubahan batas nilai barang impor via e-commerce yang bebas bea masuk.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea dan Cukai DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat mengatakan, kebijakan ini guna melindungi industri kecil dan menengah (IKM) yang terpukul akibat peningkatan impor barang kiriman "Makanya, kami mengkaji hal tersebut (perubahan batas nilai barang impor e-commerce)," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (22/12).

Selain IKM, retailer yang mengimpor barangnya secara normal dan membayar pajak juga diketahui terkena dampak. Pasalnya, kebijakan de minimis value tersebut dimanfaatkan sejumlah pihak dengan mengimpor barang secara terpisah-pisah, seperti melalui jasa titipan (jastip). Jasa ini juga dilakukan tanpa membayar pajak.

Syarif memastikan, kajian perubahan ini akan menampung masukan dari berbagai pihak. Tapi, menurutnya, desakan agar de minimis value untuk dihilangkan sulit terjadi. Sebab, di undang-undang kepabeanan sudah ada pengaturan tersebut. "Paling memungkinkan saat ini ya diturunkan," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan Indonesia Benny Sutrisno meminta, perubahan de minimis value dapat segera diselesaikan dan diterapkan. Sebab, impor barang kiriman melalui platform e-commerce kini terus bertambah hingga dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional, terutama IKM.

Meski tidak memiliki harapan nominal secara spesifik, Benny berharap, batasan de minimis value dapat diturunkan. De minimis value yang berlaku saat ini dirasa masih terlalu besar dan tanpa batasan pengiriman. "Ini yang membunuh industri dalam negeri," katanya.

Selain itu, Benny menambahkan, pemerintah juga harus mempertimbangkan pengenaan pajak. Barang-barang impor yang masuk ke Indonesia melalui e-commerce maupun jastip kini masih bebas pajak impor, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun Pajak Penghasilan (PPh).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement