Kamis 19 Dec 2019 11:46 WIB

Rasio Kredit Bermasalah KUR Rendah, Hanya 1,26 Persen

Dari target Rp 140 triliun, KUR telah tersalurkan Rp 127,3 triliun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 127 triliun dengan NPL 1,26 persen.
Foto: Republika/Prayogi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 127 triliun dengan NPL 1,26 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Perekonomian memberikan penghargaan terhadap sejumlah perbankan, lembaga penjamin, hingga lembaga pemerintah yang berkontribusi besar terhadap program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sejak 2015 hingga akhir 2019, program KUR juga terbukti memiliki rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang terjaga rendah.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, rata-rata NPL KUR dari 37 penyalur tercatat hanya 1,26 persen hingga bulan Oktober 2019. Adapun, kumulatif penyaluran KUR kurun waktu 2015 hingga Oktober 2019 telah mencapai Rp 460,62 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 18.335.279 orang.

Khusus untuk tahun ini, dari total target plafon sebesar Rp 140 triliun, telah tersalurkan Rp 127,3 triliun atau 90,9 persen dari target.  "Ke depan, penyaluran KUR akan sangat ekspansif sebagaimana  arahan dari Menko Perekonomian," kata Iskandar di Jakarta, Kamis (19/12).

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, kebijakan pengembangan UMKM lewat KUR bukan hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun menjadi langkah untuk pemerataan ekonomi kerakyatan. Ia mengatakan, pada perkembangannya KUR telah mengalami beberapa perubahan, baik dari sisi skema maupun regulasi.

Salah satu perubahan yang ditetapkan baru-baru ini yakni penurunan suku bunga dari 7 persen menjadi 6 persen dan akan diterapkan mulai Januari 2020. Adapun, plafon KUR tahun depan sebesar Rp 190 triliun, naik dari tahun 2019 sebesar Rp 140 triliun. Peningkatan itu juga diikuti dengan maksimum plafon KUR mikro dari Rp 25 juta per debitur menjadi Rp 50 juta per debitur.

Ia menuturkan, lewat berbagai perubahan kebijakan KUR, pemerintah berharap akan semakin banyak UMKM yang mendapatkan akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal dengan mudah, murah, dan cepat. Pemerintah, kata Airlangga, berkomitmen untuk memberikan kemudahan pembiayaan untuk UMKM baik yang belum layak bank (unbankable) hingga usaha yang telah bankable.

Hal itu sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pasal 7 dan 8 yang mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat menumbuhkan iklim usaha dengan menelurkan kebijakan yang mendukung.

Airlangga menambahkan, untuk lebih membantu peningkatan dan perluasan penyaluran KUR, peran pemerintah daerah akan sangat dibutuhkan oleh pemerintah pusat. “Sinergi antara pusat dan daerah serta sektor publik dan swasta harus membentuk kerja sama pelaksanaan program KUR. Itu kemudian diwadahi oleh dukungan teknologi dan informasi melalui Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang menjadi basis data dan membantu memastikan ketepatan sasaran program KUR,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement