Ahad 15 Dec 2019 20:20 WIB

Negosiator Berusaha Selamatkan Perjanjian Iklim Paris

Konferensi iklim PBB berusaha menyelamatkan komitmen global perjanjian iklim Paris.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
Logo PBB (ilustrasi)
Foto: VOA
Logo PBB (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Para negosiator dalam konferensi iklim PBB berusaha menyelamatkan komitmen global terhadap perjanjian iklim Paris. Hal itu terjadi di tengah maraknya aksi global yang menyerukan tindakan penanganan perubahan iklim.

Dalam konferensi yang digelar di Madrid, Spanyol tersebut, negara-negara kecil merasa dikesampingkan. Sebab pembicaraan dan diskusi didominasi negara-negara besar yang dikenal sebagai penyumbang emisi terbesar.

Ketua perunding the Alliance of Small Island States Carlos Fuller mengatakan, 44 negara yang tergabung dalam aliansinya mengingikan adanya aturan ketat untuk menangani perubahan iklim. Sebab pihak yang paling terdampak dari fenomena itu adalah negara-negara kecil dan berkembang.

Namun dalam konferensi di Madrid, Fuller merasa suara mereka tak didengar. "Apakah kita ikut dalam proses ini atau tidak?" ujarnya pada Sabtu (14/12) malam waktu setempat.

Hal serupa diungkapkan utusan iklim Papua Nugini Kevin Conrad. "Selama 24 jam terakhir, 90 persen dari peserta belum terlibat dalam proses (pembicaraan) ini," katanya. Dia menggemakan keprihatinan bahwa suara negara-negara berkembang belum didengar selama konferensi.

Menteri Lingkungan Chile Carolina Schmidt mengimbau kepada lebih dari 190 negara untuk bersama-sama mengirimkan sinyal dukungan menjelang fase implementasi perjanjian Paris pada 2020. Schmidt merupakan tokoh yang memimpin konferensi iklim di Madrid. "Kita hampir tiba. Ini sulit, sukar, tapi hal itu sepadan," ujar Schmidt.

Sebelumnya Chile dihujani kritik keras setelah menyusun teks KTT yang dianggap lemah. Teks itu dianggap tak mencerminkan semangat komitmen perjanjian Paris.

Para pendukung aksi perubahan iklim memperingatkan tentang potensi terberainya perjanjian Paris. Hal itu hanya bisa dihindari jika para negara di KTT Madrid mengisyaratkan kesiapannya untuk menghormati perjanjan Paris.

Para ilmuwan memperingatkan dunia hanya memiliki kesempatan untuk menghindari pemanasan global yang dahsyat jika negara-negara bergerak cepat untuk memangkas emisi di bawah ketentuan perjanjian Paris. Mereka harus meningkatkan targetnya pada 2020.

KTT iklim di Madrid telah berlangsung sejak 2 Desember lalu. Konferensi tersebut seharusnya berakhir pada Jumat (13/12). Namun proses perundingan molor selama dua hari karena belum disepakatinya buku peraturan tentang penerapan perjanjian Paris.

Sehari sebelum perhelatan konferensi Madrid, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dunia harus menghentikan "perang" melawan alam dan mencari lebih banyak kemauan politik guna menangani perubahan iklim.

"Perang kita melawan alam harus dihentikan dan kita tahu itu mungkin. Kita hanya harus berhenti menggali dan mengebor serta mengambil keuntungan dari kemungkinan besar yang ditawarkan energi berbasis terbarukan dan solusi berbasis alam," kata Guterres.

Dia mengatakan negara-negara dunia telah menyepakati Kesepakatan Iklim Paris untuk memangkas emisi gas rumah kaca. Namun menurut dia masih banyak negara yang tidak memenuhi komitmen tersebut.

Pernyataannya itu dinilai merujuk pada keputusan Amerika Serikat (AS) menarik diri dari perjanjian Paris. Sementara Cina yang telah tergabung dalam kesepakatan cenderung mundur guna membangun lebih banyak pembangkit listrik tenaga batu bara.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan tingkat gas rumah kaca di atmosfer mencapai rekor tertinggi pada 2018. Mereka menyerukan tindakan cepat untuk melindungi kesejahteraan umat manusia pada masa mendatang.

Konsentrasi karbon dioksida (CO2) pada 2018 tercatat mencapai 407,8 parts per million (ppm). Angka itu melonjak dibandingkan pada 2017, yakni 405,5 ppm. Peningkatan itu tepat di atas kenaikan rata-rata tahunan 2,06 ppm selama dekade terakhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement