REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini sudah mengatur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau dikenal sebagai e-commerce melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019. Dengan adanya omnibus law, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan ada beberapa dimensi yang bisa dilihat terkait penyederhanaan Badan Usaha Tetap (BUT) saat omnibus law berlaku.
"Sebetulnya ada beberapa dimensi, tidak hanya soal perpajakan tapi juga masalah keterwakilan dia (badan usaha luar negeri) di Indonesia," kata Suryo di Gedung Ditjen Pajak, Selasa (10/12).
Dia menjelaskan bisa saja muncul persoalan meyakinkan konsumen yang membeli secara deligimate. Jika hal tersebut terjadi, kata Suryo, maka consumer protection dapat menjadi perwakilan di Indonesia.
Di sisi lain, kata Suryo, ketentuan pajak yang berlaku sudah sesuai sudah sesuai. "Itu yang semestinya kita cermati. Jadi idak bisa membaca sepotong harus manejadi BUT," jelas Suryo.
Untuk itu, Suryo menegaskan tidak semerta-semerta PP Nomor 80 tersebut mengatur yang bersangkutan harus BUT. Dia menilai saat ini hitung-hitungannya masih belum spesifik.
Sebelumnya, pemerintah PP Nomor 80 Tahun 2019 diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 November dan diundangkan pada 25 November 2019. Pengaturan perdagangan pada umumnya telah diatur dalam regulasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Hanya saja, PMSE belum diatur secara mendetail. Oleh karena itu, PP Nomor 80 Tahun 2019 diterbitkan demi terselenggaranya sistem perdagangan yang adil dan terpercaya serta melindungi kepentingan konsumen.