REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rapat dengar pendapat (RDP) tertutup dengan Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, disepakati bahwa sistem Coretax dijalankan bersamaan dengan sistem perpajakan yang lama. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menjelaskan lewat RDP pada Senin (10/2/2025), pihaknya meminta DJP untuk kembali memanfaatkan sistem perpajakan yang lama.
“Sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan, agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” kata Misbakhun saat ditemui usai RDP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Komisi XI pun merekomendasikan DJP untuk menyempurnakan sistem teknologi Coretax. Termasuk memperkuat aspek keamanan siber, guna memastikan implementasi sistem tak berdampak pada upaya kolektivitas penerimaan pajak dalam APBN tahun anggaran 2025.
Di sisi lain, Komisi XI meminta DJP untuk tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang terkendala oleh sistem Coretax. DJP pun perlu melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI secara berkala.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengamini penerapan Coretax akan dijalankan bersamaan dengan sistem perpajakan lama. Menurutnya, psejumlah layanan pajak masih menggunakan sistem yang lama, seperti pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) untuk tahun pajak 2024 (yang dilaporkan hingga 31 Maret 2025 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2025 untuk wajib pajak badan) masih dilakukan melalui laman DJP Online.
Pelaporan SPT baru dilakukan melalui Coretax untuk tahun pajak 2025 yang dilaporkan pada 2026. Namun, untuk layanan pajak lainnya, DJP akan meninjau kembali dalam melakukan penyesuaian.
“Jadi nanti yang dirasa perlu, kita menggunakan sistem yang lama. Rolling out-nya Coretax tetap jalan, yang harus kembali ke sistem lama kami jalankan,” ujar Suryo.
Sebagai tindak lanjut kesepakatan RDP, DJP akan menyusun peta jalan (roadmap) yang merinci langkah mitigasi terhadap implementasi Coretax.