Era digital mendatangkan tantangan tersendiri bagi perusahaan agar mereknya tetap segar dan relevan. Salah satunya, bagaimana mengomunikasikan merek secara efektif sekaligus membangun engagement dengan konsumen di tengah riuhnya percakapan dan sesaknya persaingan.
Ini persoalan yang tak mudah. Maklum, dalam era digital seperti sekarang, jalur komunikasi yang digunakan kian meluas. Media konvensional tak lagi dominan. Kerumunan (crowd) massa banyak berada di jalur digital, entah itu mereka yang bermedia sosial, mendengarkan musik, menonton film, mencari informasi, atau sekadar menghabiskan waktu dengan berselancar di internet.
Salah satu yang berusaha menyiasati perkembangan itu secara cermat adalah Telkomsel. Menyadari kerumunan ada di ranah digital, perusahaan telekomunikasi ini memusatkan perhatian ke wilayah itu. Salah satu contohnya, aktivitas pemasaran digital OMG Santuy, sebagai respons terhadap tren penggunaan slank words kata “santai” menjadi “santuy”. “Kami beradaptasi dengan apa yang ada di media sosial. (Kami) Menjadi bagian dari mereka,” kata Kemas M. Fadhil, GM Corporate, Legacy and Core Brand, and Communications Telkomsel.
Kemas mengungkap pihaknya tidak bisa lagi hanya mengandalkan media konvensional untuk melakukan komunikasi merek, termasuk kartu andalannya, Simpati, yang sudah berusia 22 tahun. Ke mana tren digital bergerak, ke sanalah strategi komunikasi diarahkan. Begitu intinya.
Yang menarik, sekalipun ranah digital sifatnya tampak seragam, ternyata Simpati tetap sangat memperhatikan aspek lokalitas. Mereka berupaya memahami apa kebiasaan pelanggan di tiap daerah. Persisnya, Simpati melakukan zonasi kebiasaan atau kehidupan sehari-hari masyarakat setiap kota/daerah, lalu membuat konten serta aktivitas pemasaran yang sesuai dengan kebiasaan tersebut.
Dalam membangun konten agar komunikasi pemasaran Simpati berjalan tepat, Telkomsel melakukannya secara sistematis. Mereka membedah mulai dari hulunya, yakni brand architecture-nya, mendefinisikan merek, menganalisis social media listening tools yang tepat, hingga melakukan tracking seputar percakapan terkait Simpati. Namun, ujungnya adalah memfokuskan pada apa yang menjadi kebutuhan pelanggan.
Contoh penggunaan medsos adalah pemanfaatan YouTube untuk yang sifatnya lebih banyak konten webseries, seperti Pulang-Pulang Ganteng dan tutorial MyTelkomsel dengan gaya unik, dengan cerita dan interaktif. Menurut Kemas, medsos memiliki kekuatan masing-masing. Kadang respons di YouTube terbilang bagus dan positif. Sementara respons di Instagram kurang bagus walau sama-sama konten video.
Karena persoalan semacam ini sangat serius, Telkomsel tidak menjalankannya sembarangan. Mereka memiliki tim yang lengkap: mengurusi brand, pemasaran, konten, layanan pelanggan, plus dibantu mitra dari agensi iklan. “Ide tetap dari kami. Agensi hanya mendukung mengembangkan ide, lalu mengeksekusi, termasuk mengelola kuis atau games di media sosial,” ungkap Kemas.
Saat ini Simpati menjadi pemimpin pasar di kartu prabayar operator seluler. Selain komunikasi yang menarik, Telkomsel juga menyadari ketangguhan Simpati akan bergantung pada kualitas teknologi. Persisnya: kualitas jaringan. Untuk itulah, mereka juga meningkatkan mutunya. Hingga saat ini, Telkomsel telah menggelar infrastruktur jaringan lebih dari 209.000 unit base transceiver station (BTS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia --meningkat lebih dari 14,5%. Dari jumlah itu, 77.501 di antaranya adalah BTS 4G. Dari dari data ini, cakupan jaringan Telkomsel telah menjangkau lebih dari 97% wilayah NKRI. Upaya ini sekaligus mengukuhkan keseriusan mereka untuk mendukung program pemerintah, Indonesia Merdeka Sinyal.
Kembali ke persoalan komunikasi di dunia digital. Kemas menegaskan bahwa selain konten dan jaringan yang mendukung, karakter sebuah merek juga penting. Dan untuk Simpati, karakter sebagai produk terbaik didukung kualitas jaringan yang prima tetap ditonjolkan.
Aspek yang kemudian menarik disoroti dari keperkasaan Simpati sebagai merek yang disukai pelanggan adalah dukungan para brand guardian. Di tengah platform digital yang berkembang, Telkomsel merekrut para influencer yang terindikasi memiliki engagement tinggi dengan follower-nya. Tugas influencer ini adalah bisa membawa merek-merek Telkomsel, seperti Simpati, menonjol di pasar sesuai dengan karakternya.
Agar influencer melakukannya tepat sasaran, pihak Telkomsel memberikan panduan, mulai dari tema besar, do’s and don’ts, sampai tagarnya. Biasanya konten yang dibuat sesuai dengan karakter masing-masing, tetapi tidak hard selling. Influencer daerah pun berbicara mengikuti budaya daerah masing-masing.
Intinya, Telkomsel berusaha sepiawai mungkin menyiasati perkembangan yang luar biasa cepat ini agar Simpati tetap relevan dan unggul. (*)